Akreditasi Rumah Sakit: Kepentingan Rumah Sakit Atau Masyarakat?

Berita Utama, Opini1,965 views

Oleh : Dwi Anidar R

Ringkasan Eksekutif

Akreditasi rumah sakit adalah pengakuan terhadap rumah sakit yang diberikan oleh lembaga independen penyelenggara akreditasi yang ditetapkan oleh menteri kesehatan, setelah dinilai bahwa rumah sakit itu memenuhi standar pelayanan rumah sakit yang berlaku untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit secara berkesinambungan (Permenkes No.12 tahun 2012 tentang Akreditasi Rumah Sakit).Yang diperbaharui pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik IndonesiaNomor 12 Tahun 2020TentangAkreditasi Rumah Sakit, Akreditasi sebagaimana dimaksud dilakukan oleh Rumah Sakit paling lambat setelahberoperasi 2 (dua) tahun sejak memperoleh izinoperasional untuk pertama kali, setelah itu Rumah sakit yang mendapatkan penetapan status akreditasi diberikansertifikat Akreditasi.Sertifikat Akreditasi sebagaimana dimaksud pada berlaku selama 4 (empat) tahun.(PMK no 12 th 2020).

Pemerintah telah memberikan perpanjangan batas waktu pelaksanaan akreditasi dari yang sebelumnya 3 tahun menjadi 5 tahun sejak Permenkes nomor 99 tahun 2015 berlaku, yakni berlaku mulai 1 Januari 2019Akreditasi wajib bagi semua rumah sakit baik rumah sakit publik/pemerintah maupun rumah sakit privat/swasta/BUMN.

Berdasarkan data yang dimiliki Kemenkes tertanggal 8 Januari 2019 jumlah rumah sakit di Indonesia ada 2.817. Sementara berdasarkan data Komisi Akreditasi Rumah Sakit dan Joint Commission International (JCI) di tanggal yang sama, jumlah rumah sakit yang terakreditasi sebanyak 1988jumlah RS yang belum terakreditasi di tingkat nasional ada sebanyak 708 RS atau sebesar 25% dari total RS yang ada di Indonesia. Pencapaian target akreditasi bukan hal yang mudah untuk dilakukan tanpa adanya komitmen dari pemilik rumah sakit untuk diakreditasi.

Saat ini fenomena yang terjadi pimpinan rumah sakit masih menganggap bahwa akreditasi sekedar pencapaian status kelulusan rumah sakit dan meningkatkan “gengsi” rumah sakit ketika mendapat sertifikat akreditasi sehingga seringkali mengabaikan proses dalam mencapai kelulusan, yang artinya pemeliharaan budaya mutu dan keselamatan pasien secara berkelanjutan seringkali terabaikan. Hal tersebut tentunya merugikan masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan kesehatan, yang secara umum masih belum mengetahui makna dari akreditasi rumah sakit.

Sampai saat ini mungkin rumah sakit yang tidak terakreditasi tidaklah menjadi keresahan bagi masyarakat, hanya ada beberapa yang pernah mempersoalkan, mempertanyakan, dan menggugatnya. Tentunya masyarakat kita saat ini dalam memilih rumah sakit tidak terlalu mempersoalkan apakah rumah sakit tersebut telah lulus paripurna atau masih lulus dasar. Hal tersebut terjadi karena edukasi dan sosialisasi tentang akreditasi rumah sakit kepada masyarakat pengguna jasa pelayanan kesehatan belum banyak dilakukan. Pentingnya masyarakat mengetahui apakah rumah sakit yang dikunjungi sudah terakreditasi atau belum sangatlah perlu di sosialisasikan agar masyarakat merasa terlindungi haknya dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang memadai.

BACA JUGA :  Direktur Sumber Daya Ditjen Diktiristek Apresiasi Satu Tahun Kepemimpinan Rektor

Sekalipun Kementerian Kesehatan melalui lembaga independen KARS mengakui prestasi rumah sakit dalam bentuk sertifikasi akreditasi mulai tingkat Perdana sampai tingkat Paripurna, hal tersebut belum seluruhnya menjamin bahwa asesmen terhadap seluruh aspek dan standar dalam rumah sakit digunakan sebagai acuan bagi masyarakat dalam memilih layanan kesehatan yang diinginkan. Sungguh ironi bahwa masih ada rumah sakit yang tidak terlalu mempersoalkan budaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien. Hal tersebut karena masyarakat juga cuek dan tak mempersoalkan apakah rumah sakit yang akan dikunjunginya terakreditasi atau tidak.

Padahal, hal tersebut menjadi kewajiban masyarakat sebagai kontrol terhadap manajemen dan pelayanan rumah sakit, Akreditasi rumah sakit, juga berkaitan dengan BPJS Kesehatan. Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) nomor 99 Tahun 2015 menyebutkan rumah sakit yang akan bekerjasama dengan BPJS Kesehatan harus memenuhi persyaratan yang salah satunya terakreditasi.akreditasi ini penting untuk menjaga standar pelayanan kesehatan yang diberikan RS terhadap peserta JKN-KIS.

Kritik terhadap Kebijakan

Kebijakan tentang akreditasi rumah sakit tercantum dalam PMK no 12 tahun 2020, dalam peraturan tersebut menyebutkan bahwa akreditasi rumah sakit adalah suatu pengakuan yang diberikan oleh pemerintah pada manajemen rumah sakit, karena telah memenuhi standar yang ditetapkan. Adapun tujuan akreditasi rumah sakit adalah meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang mengutamakan keselamatan pasien. Kebijakan akreditasi rumah sakit tersebut merupakan turunan Undang-undang nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit.

Sebagai krtitik kebijakan ini , masih belum merata semua rumah sakit di Indonesia dapat mengajukan untuk Akreditasi Nasional bahkan akreditasi Internasional , hal ini perlu menjadi perhatian pemerintah, mempermudah pengajuan akreditasi sehingga seluruh rumah sakit dapat memiliki standar yang sama , dan dapat memberikan layanan yang sama kepada masyarakat.

BACA JUGA :  AS, Filipina Mulai Latihan Militer Gabungan ‘Terbesar’ untuk Lawan Keagresifan China di Indo-Pasifik

Mengatur kembali perijinan berdirinya rumah sakit, dalam satu wilayah, akan tetapi diperbanyak layanan Puskesmas yang baik sehingga dapat memfasilitasi kebutuhan masyarakat sesuai dengan tingkat ekonomi dan Puskesmas dapat melakukan rujukan berjenjang ke rumah sakit yang sudah terstandar akreditasi.

Diharapkan melalui proses akreditasi rumah sakit dapat (1) Meningkatkan kepercayaan masyarakat bahwa rumah sakit menitikberatkan, sasarannya pada keselamatan pasien dan mutu pelayanan, (2) Menyediakan lingkungan kerja yang aman dan efisien sehingga staf merasa puas, (3) Mendengarkan pasien dan keluarga mereka, menghormati hak-hak mereka, dan melibatkan mereka sebagai mitra dalam proses pelayanan, (4) Menciptakan budaya mau belajar dari laporan insiden keselamatan pasien, (5). Membangun kepemimpinan yang mengutamakan kerja sama, kepemimpinan ini menetapkan prioritas untuk dan demi terciptanya kepemimpinan yang berkelanjutan untuk meraih kualitas dan keselamatan pasien pada semua tingkatan.

Rekomendasi

PMK no 12 tahun 2020 tentang Akreditasi Rumah Sakit menegaskan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib mendukung, memotivasi, mendorong dan memperlancar proses pelaksanaan akreditasi untuk semua rumah sakit, dan dapat memberikan bantuan pembiayaan kepada rumah sakit untuk proses akreditasi. Peran pemerintah untuk mengawal pelaksanaan suatu kebijakan sangat diharapkan namun tetap harus didukung oleh semua pihak yang terkait termasuk pimpinan rumah sakit. Komitmen dari pimpinan dan dukungan dari seluruh SDM yang ada rumah sakit juga memiliki peran penting dalam mencapai keberhasilan.

Rumah sakit harus menjadikan akreditasi sebagai acuan utama dalam seluruh pembenahan dan perbaikan yang dilakukan. Sehingga akreditasi rumah sakit selain sebagai upaya pemenuhan persyaratan operasional pelayanan menurut undang-undang nomor 44 tahun 2009 juga merupakan sarana pembenahan dan perbaikan terhadap tata kelola organisasi dan pelayanan yang telah dilakukan selama ini. Seluruh komponen rumah sakit harus memiliki pemahaman yang sama tentang akreditasi dan urgensinya sehingga dapat berperan optimal sesuai dengan posisi dan kompetensinya.

BACA JUGA :  22 Tahun Radio La Nugraha Membahana di Bumi Lampung

Oleh sebab itu, edukasi dan sosialisasi tentang kebijakan akreditasi rumah sakit tidak hanya penting untuk diketahui dan disosialisasikan kepada institusi rumah sakit sebagai pelaksana, tetapi penting juga bagi masyarakat umum sebagai penerima dampak dari pelayanan kesehatan untuk mengetahui dan memahami seluruh hal tentang akreditasi rumah sakit. Sehingga mampu menciptakan mekanisme kontrol sosial untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan secara berkesinambungan, dan kalimat “terakreditasi KARS” pada sertifikat akreditasi tidak hanya sekedar menjadi status dan slogan semata. Setelah rumah sakit menjalani akreditasi dan dinyatakan lulus paripurna, selayaknya rumah sakit tersebut secara mandiri memonitoring kelanjutan hasil dari akreditasi sehingga tetap terjaga mutu layanan sampai masa akreditasi berakhir.

Dalam menciptakan kontrol sosial yang efektif terhadap pelayanan kesehatan terutama di rumah sakit, serta mendukung kegiatan akreditasi rumah sakit, maka berikut ini adalah beberapa program yang dapat dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan dan KARS dalam memberikan pendidikan kepada masyarakat tentang akreditasi rumah sakit, antara lain :
1. Melaksanakan sosialisasi tentang akreditasi rumah sakit kepada masyarakat melalui media
cetak dan elektronik, seperti poster, iklan, website, dan sebagainya.
2. Mengintegrasikan edukasi tentang akreditasi rumah sakit dalam program promosi kesehatan masyarakat di tingkat dinas kesehatan, fasilitas kesehatan tingkat pertama, yaitu pusat kesehatan rumah sakit (Puskesmas), serta fasilitas kesehatan.
3. Mengintegrasikan edukasi tentang akreditasi rumah sakit dalam program promosi kesehatan rumah sakit, serta melibatkan masyarakat dalam kegiatan dan proses akreditasi rumah sakit.
4. Mewajibkan seluruh rumah sakit yang telah lulus akreditasi untuk memasang status akreditasinya secara jelas pada area depan rumah sakit, sehingga mudah dilihat oleh masyarakat.***(Dwi Anidar R, Mahasiswa Program Magister Keperawatan Peminatan Manajemen Keperawatan, Fakultas Ilmu Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint Carolus, Jakarta. Email : dwianidarr@gmail.com)