KRAKATOA.ID, BANDARLAMPUNG — Kabid Humas Polda Lampung, Kombes Pol Zahwani Pandra Arsad menjadi narasumber dialog interaktif luar studio yang diselenggarakan RRI Bandar Lampung, dengan tema, “Bijak Bermedsos, Saring Sebelum Sharing”.
Dalam dialog tersebut Pandra mengatakan, untuk menghindari maraknya informasi hoax yang beredar di media sosial, masyarakat harus bijak bermedia sosial.
“Kita memang harus bijak menggunakan dan memanfaatkan media sosial. Dulu masih menggunakan KUHP, tapi sekarang diatur melalui Undang-undang ITE, yang ancamannya di atas 6 tahun, dengan denda ratusan juta,” kata Pandra di mibar mahasiswa FISIP Unila, Kamis (16/6/2022).
Pandra mengakui hingga saat ini Polda Lampung telah menangani ratusan perkara berkaitan dengan dugaan pelanggaran UU ITE.
“Memang ada ratusan yang kita tangani. Kalau di Mabes penanganannya oleh Direktorat Cyber. Untuk di Polda penanganannya oleh Ditkrimsus,” imbuhnya.
Sementara Dekan FISIP Unila, Ida Nurhaida mengatakan, hoax merupakan berita bohong yang seolah olah benar tapi tidak benar.
“Ini berita (Hoax) sebenarnya bukan barang baru, karena harus diakui sejak peradaban dunia sudah ada. Bahkan sejak zaman nabi adam,” jelas Ida Nurhaida.
Oleh karena itu menurutnya, untuk menangkal atau menghindari berita bohong, masyarakat harus banyak mempunyai literasi.
“Literasi ini menjadi salah satu upaya untuk menghindari hoax. Karena hoax ini tidak melihat status sosial, dan tingkat pendidikan. Intinya bagaimana menyaring informasi yang didapat sebelum disebarkan,” tandasnya.
Narasumber lainya, Wakil Ketua Bidang Pembelaan Wartawan, Juniardi mengatakan,
pers memiliki tanggung jawab untuk meluruskan informasi yang salah atau kabar hoax yang tersebar di media sosial. Karena tugas utama jurnalis sesungguhnya adalah menyampaikan kebenaran.
“Berita bohong atau hoaks adalah informasi yang sesungguhnya tidak benar, tetapi dibuat seolah-olah benar adanya. Hal ini tidak sama dengan rumor, ilmu semu, atau berita palsu, maupun April Mop. Tujuan dari berita bohong adalah membuat masyarakat merasa tidak aman, tidak nyaman, dan kebingungan,” kata Juniardi.
Menurutnya, produk jurnalistik dibuat atau disajikan oleh wartawan yang berkompeten, dan juga boleh berdasarkan informasi yang didapat dari medsos.
“Di medsos itu informasi awal. Kalau mau dibuat karya jurnalistik mesti diverifikasi terlebih dahulu, agar isinya benar-benar bisa dipertanggungjawabkan,” tandasnya.
Dialog yang berlangsung selama satu jam ini disiarkan secara langsung melalui Programa 1, dan direlay RRI SP Way Kanan, serta diunggah melalui akun YouTube RRI RRI Bandarlampung.***