KRAKATOA.ID, MYANMAR — Partai politik yang dipimpin oleh pemimpin Myanmar yang digulingkan, Aung San Suu Kyi, dibubarkan oleh komisi pemilihan umum yang ditunjuk oleh pemerintah militer Myanmar pada Selasa (28/3) tengah malam, karena menolak mendaftarkan diri dalam pemilu yang akan diselenggarakan, demikian laporan stasiun TV pemerintah MRTV.
Partai Liga Nasional untuk Demokrasi pimpinan Suu Kyi, yang telah menolak pemilu tersebut dan menyebutnya sebagai pemilu palsu, adalah satu dari 40 partai yang tidak mendaftarkan diri hingga tenggat waktu pada hari Selasa, kata MRTV.
Berita itu disampaikan oleh pembaca berita, dengan tampilan yang menunjukkan pengumuman komisi pemilihan umum, yang mendaftar partai mana saja yang dibubarkan.
Kritikus mengatakan, pemilihan umum itu tidak akan bebas ataupun adil selama Myanmar diperintah oleh militer, yang telah membungkam media independen dan menangkap sebagian besar pemimpin Partai Liga Nasional untuk Demokrasi pimpinan Suu Kyi.
“Kami sama sekali tidak terima bahwa pemilu akan diselenggarakan ketika banyak pemimpin politik dan aktivis politik telah ditangkap dan orang-orang disiksa oleh militer,” kata Bo Bo Oo, mantan anggota parlemen dari partai itu.
Suu Kyi, 77 tahun, tengah menjalani hukuman penjara selama total 33 tahun setelah divonis bersalah dalam serangkaian dakwaan bermotif politik yang dilakukan pihak militer. Para pendukungnya mengatakan bahwa tuduhan-tuduhan tersebut dibuat untuk mencegahnya terjun secara aktif ke dunia politik.
Partai itu menang besar dalam pemilihan umum Myanmar pada November 2020, namun kurang dari tiga bulan kemudian, angkatan bersenjata menghalangi ia dan para anggota parlemen terpilih untuk mulai menjabat. Anggota kabinet dan pejabat partainya pun ditahan.
Angkatan bersenjata mengaku melakukan hal itu karena adanya kecurangan pemilu besar-besaran, meskipun pemantau pemilu independen tidak menemukan kejanggalan berskala besar. Beberapa kritikus Jenderal Senior Min Aung Hlaing, yang memimpin kudeta dan kini menjadi pemimpin Myanmar, meyakini sang jenderal melakukannya karena hasil pemilu menggagalkan ambisi politiknya.
Belum ada tanggal pasti pelaksanaan pemilu terbaru. Mereka awalnya merencanakan pemilu pada akhir Juli mendatang, menurut rencana pemerintah militer. Akan tetapi, pada Februari, pihak militer secara tak diduga mengumumkan perpanjangan status darurat selama enam bulan ke depan, sehingga menunda kembali tanggal pelaksanaan pemilu. Militer mengatakan, keamanan pelaksanaan pemilu tidak terjamin. Pihak militer juga tidak menguasai sejumlah besar wilayah Myanmar, di mana mereka menghadapi perlawanan bersenjata pihak-pihak yang menentang kepemimpinan mereka.
“Di tengah opresi negara menyusul kudeta tahun 2021, tidak akan ada pemilu yang kredibel, terutama ketika sebagian besar penduduk menganggap pemungutan suara sebagai upaya sinis untuk menggantikan kemenangan telak (partai) Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinan Aung San Suu Kyi pada 2020,” demikian bunyi laporan yang diterbitkan hari Selasa oleh think tank Internasional Crisis Group yang bermarkas di Brussel, Belgia.
“Pemilu itu hampir pasti akan meningkatkan konflik pascakudeta, karena rezim berusaha untuk memaksakan pemilu, sementara kelompok-kelompok pemberontak berusaha menggagalkannya.”
Pemerintah militer Myanmar memberlakukan undang-undang pendaftaran partai politik baru Januari lalu, yang mempersulit kelompok-kelompok oposisi untuk menyiapkan penantang berat terhadap kandidat favoritnya. Undang-undang itu menetapkan persyaratan seperti tingkat minimum keanggotaan, kepesertaan dan kantor, yang sulit dipenuhi partai-partai yang tidak didukung pihak militer dan kroninya, terutama dalam suasana politik yang represif.
Undang-undang yang baru itu menyatakan bahwa partai politik yang sudah ada harus kembali mendaftarkan diri kepada komisi pemilihan umum dalam dua bulan setelah undang-undang itu berlaku, maksimal pada 28 Maret 2023. Partai yang tidak mendaftarkan diri akan “secara otomatis dibatalkan” dan dianggap bubar. Undang-undang itu juga menyatakan bahwa partai harus mempercayakan propertinya kepada pemerintah jika dibubarkan atas kehendak sendiri atau ketika keterdaftarannya dibatalkan di bawah undang-undang tersebut.
Partai Liga Nasional untuk Demokrasi menolak undang-undang tersebut hanya beberapa hari setelah diumumkan. Pada saat yang sama, mereka juga mengatakan bahwa pemilu yang direncanakan oleh junta militer bersifat ilegal dan digolongkan sebagai “pemilu palsu.” Partai itu mengumumkan bahwa siapa pun orang maupun entitas yang bekerja sama dalam penyelenggaraan pemilu dengan pihak militer akan dianggap sebagai kaki-tangan pengkhianatan tingkat tinggi.
Bo Bo Oo mengatakan bahwa pertemuan Komite Kerja Pusat partai itu pada 21 Maret lalu menegaskan kembali keputusan partai untuk tidak mendaftar dan menganggap undang-undang komisi pemilihan umum dan pendaftaran partai politik tidak sah.
Surat kabar pemerintah Myanma Alinn melaporkan pada hari Sabtu (25/3) bahwa total sebanyak 52 partai politik telah mendaftarkan diri ke komisi pemilu untuk pendafataran di bawah undang-undang yang baru. Dua belas partai mendaftarkan diri untuk pemilu nasional dan 40 partai lainnya untuk pemilu wilayah dan negara bagian. Komisi harus menyetujui pendaftaran mereka terlebih dahulu.***