Konservasi Kawasan Tangkapan Air untuk Lestarikan Air Tanah di Indonesia

Potensi air tanah di Indonesia yang sangat besar, merupakan cadangan persediaan air bersih saat air permukaan sudah banyak yang tercemar. Namun, alih fungsi lahan di kawasan hulu mengancam keberlangsungan air tanah pada masa depan.

KRAKATOA.ID, SURABAYA, JAWA TIMUR (VOA) — Kawasan hulu di lereng pegunungan merupakan daerah resapan atau tangkapan air, yang menjadi sumber keberadaan air tanah. Namun, alih fungsi lahan di kawasan ini mengancam keberlangsungan keberadaannya. Air tanah merupakan cadangan air bersih di berbagai negara, termasuk Indonesia. Selain air tanah, ada juga air permukaan, seperti sungai dan sumber mata air. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat terdapat 421 cekungan air tanah yang tersebar di seluruh Indonesia. Volumenya diperkirakan mencapai lebih dari 100 milyar meter kubik.

Alih fungsi lahan hutan di kawasan hulu atau lereng pegunungan menjadi area permukiman, penginapan maupun industri, saat ini telah menjadi ancaman nyata bagi kelestarian sumber air tanah di hampir seluruh wilayah Indonesia. Kepala Tim Pelayanan Perizinan Air Tanah, Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan, Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Budi Joko Purnomo, mengatakan pengambilan air tanah secara tidak terukur dan sembarangan dapat mengurangi persediaan air tanah yang berada di suatu wilayah.

a mencontohkan pembukaan lahan menjadi area bangunan di daerah resapan, seperti yang banyak ditemui di Kota Batu, Malang dan di Puncak, Bogor, memanfaatkan air tanah untuk kebutuhan air bersihnya. Dilansir dari laman Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Batu Tahun 2021, di Kota Batu terdapat hampir 1.000 hotel dan penginapan.

“Di Indonesia, kondisi air tanah sangat bervariasi ya, tapi memang kalau kita cermati di Pulau Jawa terutama itu yang tantangannya cukup berat. Karena di beberapa tempat, terutama di kota-kota besar, itu banyak terjadi pengambilan air tanah yang berlebihan. Tidak semua ya, tapi secara umum kecenderungannya begitu. Karena memang sumber air bersih dari PDAM masih banyak yang belum bisa memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat maupun untuk dunia usaha,” jelasnya.

BACA JUGA :  Dosen Bersertifikat Kompetensi Unila Dukung Capaian IKU 4

Pemanfaatan air tanah, kata Budi, harus dilakukan dengan bijak dan sesuai perundangan yang mengaturnya, agar air tanah dapat menjadi cadangan air bersih pada masa depan. Pelestarian sumber air tanah menjadi perhatian serius pemerintah, serta pihak terkait.

Guru Besar Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gajah Mada, Heru Hendrayana, mengatakan konservasi air tanah harus memperhatikan asal serta wadahnya. Asal air tanah, kata Heru, merupakan kawasan resapan atau tangkapan air di pegunungan, yang memerlukan penanaman pepohonan tegakan di lokasi yang berada pada alur aliran air tanah. Sedangkan wadah air yang dimaksud merupakan batuan yang terbentuk dari aktivitas gunung berapi yang menjadi cekungan besar penampung air tanah.

“Kalau kita melestarikan sumber air, utamanya kan kita tahu seperti apa wadahnya, dan dari mana asalnya. Nah, kalau saya mengkonservasi, saya harus tahu asalnya. Dari asalnya ke tempat inilah yang harus dikonservasi, nah itu kita konservasi. Caranya seperti ini (menanam), tapi itu sebetulnya tidak ada artinya kalau tempatnya salah,” jelas Heru.

Presiden Asosiasi Ahli Hidrogeologi Internasional Perwakilan Perancis, Patrick Lachassagne, mengatakan keberadaan gunung berapi di Indonesia memungkinkan banyak terbentuknya batuan sebagai wadah yang baik untuk penyimpanan air tanah. Selain itu, iklim tropis dengan curah hujan yang tinggi, menjadi keuntungan Indonesia karena memiliki sumber pengisian air tanah yang melimpah dan berkualitas. Data Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), menyebutkan Indonesia memiliki 127 gunung api aktif dan merupakan negara dengan gunung api aktif terbanyak di dunia.

“Jadi air tanah di Indonesia untuk semua prinsip yang sama, ada juga di negara lain di dunia, (tetapi) poin penting di Indonesia adalah fakta bahwa banyak air tanah berada di gunung berapi, dan ini merupakan aset karena di gunung berapi, di pegunungan ini, ada banyak curah hujan sehingga ada banyak resapan, dan sumber air yang melimpah. Juga, ada daerah di pegunungan yang tidak begitu berpenghuni, tidak terlalu banyak aktivitas, maka air tanah di sana sangat berkualitas,” kata Patrick Lachassagne.

BACA JUGA :  CCEP Indonesia Salurkan Donasi ke Yayasan Nurani Dunia untuk Pembangunan Fasilitas Belajar dan Pengembangan Ekonomi Sirkular di Kampung Ilmu Purwakarta

Masyarakat maupun industri yang menjadi konsumen air memiliki kewajiban yang sama untuk menjaga kelestarian sumber mata air maupun air tanah, melalui penanaman pohon di area resapan. Selain itu, pemakaian air tanah meski diperbolehkan, tetap harus diatur secara bijak.

Direktur Sumber Daya Air, Lingkungan, dan Proses Teknologi, Danone Indonesia, Azwar Satrya Muhammad, mengatakan kesadaran bersama tentang pentingnya kerja sama melestarikan air tanah, akan menjadi gerakan yang efektif untuk memastikan kelestarian air tanah bagi semua makhluk hidup.

“Nanti dari hasil itu semua, ujung-ujungnya ya memang kita sudah tahu di mana konservasi kita yang tepat di sana. Dan bahkan nanti mungkin ke depannya, kalau kita bisa melibatkan nanti kerja sama dengan ahli-ahli konservasi, karena kan sekarang kita baru selesai masalah hidrogeologinya ini. Nanti konservasinya dengan tipikal batuan seperti ini, bisa jadi nanti ke depannya tanaman apa yang cocok untuk ke situ,” paparnya.

Wiwit Purwanto, salah seorang warga Sidoarjo berharap, pemakaian air tanah tetap mengedepankan asas kepentingan masyarakat, serta memperhatikan usia jangka panjang dari cadangan air tanah.

“Yang pasti masyarakat tetap bisa memanfaatkannya, tapi jangan sampai karena pemakaian yang berlebihan, baik oleh masyarakat maupun industri, air tanah kita akan habis pada masa depan. Masyarakat perlu disadarkan untuk ikut melestarikan air tanah kita,” jelas Wiwin. [pr/lt]