KRAKATOA.ID KHARTOUM (REUTERS) — Ibu kota Sudan, Khartoum dan kota Bahri kembali dibombardir serangan udara pada Jumat (19/5), sementara perang antara tentara dan pasukan paramiliter “Pasukan Dukungan Cepat” (RSF) memasuki minggu kelima.
Serangan itu memperdalam krisis kemanusiaan bagi warga sipil yang terjebak dan terlantar akibat perang saudara di negara itu.
Penjarahan massal oleh orang-orang bersenjata dan warga sipil sama-sama membuat hidup lebih sengsara bagi penduduk Khartoum yang terjebak oleh pertempuran sengit antara militer reguler dan pasukan paramiliter RSF, kata saksi mata.
Konflik tersebut telah membuat sekitar 843.000 orang mengungsi di Sudan dan menyebabkan sekitar 250.000 orang lainnya mengungsi ke negara-negara tetangga, kata badan pengungsi PBB, Jumat (19/5).
Panglima Angkatan Darat Jenderal Abdel Fattah al-Burhan mengambil langkah yang telah lama dinantikan pada hari Jumat untuk mencopot kepala RSF Mohamed Hamdan Dagalo, yang lebih dikenal sebagai Hemedti, dari jabatannya sebagai wakilnya di Dewan Kedaulatan yang berkuasa.
Keduanya telah menjalankan dewan sejak 2019 ketika menggulingkan orang kuat Presiden Omar al-Bashir di tengah aksi protes massa terhadap pemerintahannya. Mereka melakukan kudeta pada 2021 ketika tenggat waktu semakin dekat untuk menyerahkan kekuasaan kepada warga sipil dalam proses transisi menuju pemilihan umum yang bebas.
Sementara itu, pembicaraan gencatan senjata yang disponsori Saudi dan AS di kota Jeddah, Saudi belum menghasilkan sebuah terobosan.
Pada pertemuan Liga Arab di Jeddah hari Jumat (19/5), sebuah pernyataan dari utusan Sudan menuduh RSF melakukan penjarahan dan pemerkosaan, dan melanggar serangkaian gencatan senjata.
“Kami percaya bahwa Anda akan mendukung tentara Sudan dan akan menemani kami dalam langkah rekonstruksi selanjutnya,” tambah utusan Dafallah al-Haj.
Di lain pihak, RSF menuduh tentara memulai konflik dan melanggar gencatan senjata. RSF juga mengatakan bahwa mereka yang melakukan kejahatan memakai seragam RSF curian.
Pertempuran pecah pada 15 April setelah perselisihan tentang rencana RSF untuk diintegrasikan ke dalam tentara dan rantai komando di masa depan berdasarkan kesepakatan yang didukung internasional untuk mengubah Sudan menuju demokrasi setelah puluhan tahun otokrasi yang dilanda konflik.
Jenderal Burhan melantik Malik Agar, pemimpin kelompok pemberontak yang bergabung dengan Dewan Kedaulatan pada 2020 setelah menandatangani perjanjian damai dengan pemerintah, sebagai wakil barunya, menurut keputusan kedua.
Pada hari yang sama, Burhan mempromosikan perwira militer lainnya yang bertugas di dewan, termasuk mengangkat Jenderal Shams El-Din Kabbashi sebagai wakil komandan angkatan bersenjata. Jenderal Yasser Al-Atta dan Ibrahim Jabir masing-masing ditunjuk sebagai asisten komandan.
Mayat bergelimpangan di mana-mana
Serangan udara pada hari Jumat menargetkan distrik di Khartoum timur dan saksi melaporkan mendengar senjata anti-pesawat yang digunakan oleh RSF. Bahri dan Sharg el-Nil di seberang Sungai Nil dari Khartoum menjadi sasaran serangan udara pada malam hari dan Jumat pagi.
“Di jalan saya melihat sekitar 30 truk militer dihancurkan oleh serangan [udara]. Ada mayat di mana-mana, beberapa tentara dan beberapa RSF. Beberapa sudah mulai membusuk. Sangat mengerikan,” kata Ahmed, seorang pemuda yang melakukan perjalanan melalui kota Bahri.
Posisi pasukan RSF yang berada di distrik pemukiman di sebagian besar Khartoum dan dua kota yang berdekatan, Bahri dan Omdurman, menjadi sasaran serangan udara yang hampir terus-menerus oleh angkatan bersenjata reguler.
Saksi mata mengatakan tentara juga mulai memasang penghalang di beberapa jalan di Khartoum selatan untuk menjauhkan RSF dari pangkalan militer penting di sana.
Pertempuran juga berkobar di Kota Nyala, ibu kota wilayah Darfur Selatan di barat daya negara itu, untuk hari kedua setelah berminggu-minggu relatif tenang.
Tembakan senjata berat dan ledakan artileri berlangsung sepanjang hari di Nyala. Sebuah pasar lokal terbakar dan sulit bagi mereka yang terluka untuk pergi ke rumah sakit, kata aktivis setempat. Asosiasi Pengacara Darfur, sebuah kelompok hak asasi manusia, mengatakan bahwa 27 orang telah tewas dan puluhan lainnya terluka sejauh ini.
Mereka telah meminta RSF, yang disalahkan atas meletusnya pertempuran, agar berkomitmen kembali pada gencatan senjata yang ditengahi secara lokal.
Serangan milisi dan bentrokan berikutnya di kota Geneina di Darfur Barat telah merenggut nyawa ratusan orang.
Akibat pertempuran, tidak ada lagi hukum dan ketertiban, dengan penjarahan yang merajalela. Tentara dan RSF saling menyalahkan, serangan mereka menghantam rumah, pabrik, pasar emas, bank, kendaraan, dan gereja Sudan. Berkurangnya persediaan makanan, uang tunai, dan kebutuhan pokok lainnya dengan cepat memicu sebagian besar penjarahan.
“Tidak ada yang melindungi kami. Tidak ada polisi. Tidak ada negara. Para penjahat menyerang rumah kami dan mengambil semua yang kami miliki,” kata Sarah Abdelazim, 35, pegawai pemerintah di Khartoum.
Sekitar 705 orang telah tewas dan sedikitnya 5.287 lainnya terluka, menurut Organisasi Kesehatan Dunia. [pp/ft]