Data pemerintah menunjukkan hingga 2022, lebih dari 12 juta rumah tangga belum memiliki rumah. Pakar menyerukan keterlibatan banyak pihak untuk bergotong royong membantu penyediaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
KRAKATOA.ID (VOA) — Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Diana Kusumastuti, mengungkapkan hingga 2022 terdapat sekitar 12 juta rumah tangga di Tanah Air yang belum memiliki rumah. Bahkan data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa baru 60,66 persen rumah tangga di Indonesia yang menempati rumah yang layak, dan sisanya bermukim di hunian yang tidak layak.
Beberapa faktor penyebab rendahnya akses terhadap hunian layak, yaitu keterbatasan lahan yang berimplikasi pada harga lahan yang makin mahal membuat harga rumah pun menjadi makin tidak terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah terutama di kota-kota besar dengan tingkat urbanisasi yang tinggi.
“Nah ini menunjukkan bahwa akses terhadap rumah layak ini masih belum bisa dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, terutama oleh masyarakat yang berpenghasilan rendah,” kata Diana saat membacakan sambutan Menteri PUPR pada Indonesia Housing Forum 2023, Rabu (30/8).
Harga lahan yang semakin mahal di perkotaan, katanya, membuat pembangunan perumahan semakin merambah ke pinggiran kota dengan harga tanah yang masih terjangkau.
“Namun hal ini malah menimbulkan permasalahan di antaranya transportasi, alih guna lahan serta permasalahan sosial dan ekonomi lainnya karena tempat tinggalnya jauh dari tempat bekerja, akhirnya transportasi yang banyak menimbulkan polusi,” papar Diana.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Nasional Habitat for Humanity, Susanto, menekankan perlunya keterlibatan berbagai pihak untuk membantu penyediaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di Indonesia. Mengutip data pemerintah pada 2023, Susanto menggarisbawahi adanya 29,6 juta rumah tangga yang tinggal di rumah tidak layak huni.
“Akses air bersih juga masalah, karena kalau kita bicara rumah tidak terpisahkan dengan air bersih dan sanitasi, dan masih 28 persen populasi di Indonesia tidak punya akses air bersih,” jelas Susanto saat berbicara dalam Indonesia Housing Forum 2023.
Menurut Susanto, ada berbagai dampak positif pembangunan rumah layak bagi masyarakat berpenghasilan rendah, seperti dampak kepada pekerjaan di mana rumah dapat dijadikan home industries seperti warung, meningkatkan kapasitas ekonomi sebagai agunan. Selain itu rumah yang layak juga memberikan dampak bagi pendidikan anak-anak karena bisa memiliki ruang belajar, dan membuat anak betah di rumah.
“Kami sudah melihat keluarga-keluarga yang dibantu bukan hanya mendapat rumah tapi juga dampak terhadap kesehatan, dampak terhadap gender, dampak terhadap pekerjaan, dampak pada kesehatan mental, kohesi sosial, dan juga pendidikan,” jelas Susanto.
Habitat for Humanity dalam 26 tahun terakhir telah membangun sebanyak 38.636 rumah bagi masyarakat tidak mampu di 17 provinsi. Kelompok masyarakat yang disasar bantuan perumahan adalah kelompok rumah tangga dengan status kemiskinan ekstrem yang memiliki penghasilan di bawah Rp500 ribu per bulan.
Program Sejuta Rumah Pemerintah
Direktur Rumah Umum dan Komersial, Direktorat Jenderal Perumahan, Kementerian PUPR, Fitrah Nur, menjelaskan pihaknya mengoptimalkan penyediaan rumah layak dengan melanjutkan program sejuta rumah. Program itu bertujuan meningkatkan pemenuhan kebutuhan rumah layak huni, terutama untuk kelompok masyarakat berpenghasilan rendah.
“Sejuta rumah ini bukan berarti PUPR yang membangun ya tetapi inilah semua stakeholder perumahan membangun rumah bagi masyarakat, rata-rata komposisinya adalah 70 persen adalah rumah untuk MBR,” jelas Fitrah Nur.
Sejak 2015 hingga 2022, sudah terdapat sekitar 7,99 juta unit rumah yang dibangun melalui program sejuta rumah itu. [yl/ah]