KRAKATOA.ID, PRINGSEWU — Romo Roy merupakan salah satu sahabat dekat dari mendiang RD. Aloysius Mujiantono yang baru saja dipanggil Tuhan di Surga, pada Jumat (08/12/2023).
Jumat (8/12/2023) pada pagi-pagi buta sekitar pukul 05.30 WIB, saat mentari belum berani menampakan sinarnya Romo Roy bertolak dari Pastoran Marga Agung Lampung Selatan, tempatnya bertugas menuju rumah sakit tempat sahabanya dirawat. Romo Roy memang telah berencana untuk menjenguk sahabatnya yang sedang terbaring lemah di RS Mitra Husada Pringsewu sejak semalam.
Namun, sesampainya di sana pemandangan di luar ekspektasinya terjadi, berbanding terbalik. Dalam benaknya dari semalam hingga dalam perjalanan menuju rumah sakit, Romo Roy membayangkan akan melihat sahabatnya ini tersenyum gembira karena kondisi kesehatan Romo Muji mulai membaik. Sebab berdasarkan informasi yang didapatinya dari grup whatsapp para imam, kondisi Romo Muji sudah mulai membaik semalam.
Namun, sesampainya di Rumah Sakit Mitra Husada, kesedihan justru yang pertama didapati Romo Roy, melihat kenyataannya bahawa sahabatnya dari mulai menempuh pendidikan di Seminari sekitar 30 tahun yang lalu, pergi untuk selamanya.
“Romo Muji bersama dengan saya, bersama dengan Romo Tripomo, Romo Sarianto, Romo Darianto, satu angkatan, lalu Romo Kamto, itu kurang lebih mengalami hidup dari proses pembinaan itu lebih dari 30 tahun. Romo projo, romo diosesan, lima orang, saya, Romo Darianto yang sekarang ada di Suriname, Romo Petrus Tripomo, Romo Sarianto dan Romo Muji, satu angkatan,” cerita Romo Roy dalam homili Misa Penghormatan dari para Rommo Unio Tanjungkarang dan Romo rekan. Misa berlangsung di Gereja Paroki Santo Yusup Pringsewu, Jumat petang, 8 Desember 2023.
Berikut isi homili lengkap Romo Roy menceritakan sosok Romo Aloysius Mujiantono, sahabat karibnya.
“Romo Sarianto, Romo Tripomo lebih cepat menjadi imam, dan kami, saya Romo Muji, Romo Darianto agak lambat. Jadi berdinamika bersama, tetapi rupanya ada yang melaju lebih cepat, tapi ujung-ujungnya sama. Sama-sama menjadi Imam. “
“Saya, Romo Muji dan kelima romo adalah romo yang sering kali menjadi bahan lelucon, romo yang hampir atau nyaris tidak sah, karena minyak krismanya tertinggal. Dan ketika ini saya sampaikan kepada Romo Muji “Bro kita ini sebenernya romo yang hampir nyaris tidak sah, heh… dia bisa tertawa. Kalau sudah mulai digotekin ini walaupun tampaknya diam, dia bisa tertawa. Dan mungkin foto yang diambil ini adalah orang yang gotekin, gotekin itu mengganggu, menggoda supaya dia bisa tertawa. Dan foto-foto yang saya buat itu rata-rata saya gotekin, gais tertawa. Mungkin foto itu diambil dalam posisi biasa, tenang, diam seribu bahasa.”
“Dan pribadi Romo Muji ini adalah pribadi yang pendiam. Orang jawa mengatakan kalau tidak kentongannya ditutuk gak bunyi. Tetapi saya melihat dalam perpektif positif yang lain, dia adalah pribadi yang banyak bicara dengan sikap, dengan keteladanan, dengan tindakan yang nyata daripada kata-kata yang verbal.”
“Dia tidak terlalu banyak bicara, tapi sungguh kesaksian hidupnya, keteladanan, banyak mengungkapkan nilai, kearifan, kebijaksanaan hidup, termasuk keutamaan dirinya.”
“Contoh saya melihat dia adalah pribadi yang murah hati. Ketika suatu saat ada acara rekan-rekan imam yang biasanya juga ketika romo yang merayakan imamat, tanpa banyak dikomando dia senantiasa memberikan ide, “Roy kita begini, iya. Nanti saya yang menanggung ini. Oh rupa-rupanya Romo Muji adalah diam-diam pribadi yang murah hati.”
“Lalu selain itu saya juga melihat dia adalah pribadi yang kreatif, inovatif, contoh: ketika ada perkerjaan, ketika kami sedang refresing, ketika kami sedang ada acara, dia tidak perlu dikomando, tapi dia langsung bisa melaksanakan pekerjaannya sampai tuntas.”
“Ketika kami mulai berlabuh di laut, misalnya pada saat-saat rekreasi saat ulang tahun imamat, dia tidak perlu dikomando. Mulai dari dia membersihkan ikan, mencuci ikan, sampai meletakkan di tempat, dan dia mengatakan : Roy semua sudah beres, tinggal kamu masak. Tidak banyak bicara dia. Tetapi melaksanakan tugasnya dengan cepat, tepat, bahasa orang muda sat set.”
“Lalu selain daripada itu, dia adalah pribadi yang memang banyak diam, tapi diam itu diam emas. Diam bernilai, diam yang berkualitas. Maka saya termasuk di dalamnya adalah dia menjadi Bapa Pengakuan buat saya. Dia sama sekali tidak terlalu banyak bicara tentang kesalehan, kesucian, tentang cinta, tetapi hidupnya adalah dengan cinta.”
“Selain daripada itu, dia adalah pribadi yang sungguh-sungguh katakanlah mampu berdamai dengan hidupnya. Maka sering kali juga saya goteki Bro, atau Romo Muji kamu kerasan to? La ngopo? Sui banget kamu di situ. Ya dijalani saja lah, wong hidup. Hidup itu harus mengikuti alur, nek pingin penak Roy, kudu ngikut alur.”
“Dan kadang-kadang kalau dia menyampaikan melihat sesuatu yang tidak beres, dia memang berkata jujur apa adanya. Tapi setelah itu walaupun mungkin tidak mendapat respon dia masih bisa bersahabat. Itu yang salah lihat, itu yang saya alami selama kurang lebih 30 tahun bersama.”
“Selain daripada itu, dia juga pernah mengatakan ya memang hidup ini harus dijalani, harus disyukuri Roy, karena kita enggak tahu sampai kapan imamat kita itu bisa bertahan. Maka setahun yang lalu kami mencicipi Misa Pesta Perak di Marga Agung, Pesta ke-23 Imamat. Kami datang ke sana, kami potong babi untuk merayakan cicilan pesta perak. Romo Kamto dalam kotbahnya ya ini cicilan Pesta Perak, siapa tahu nanti kami-kami ini tidak sampai bisa Pesta Perak. Dan rupa-rupanya terjadi. Apakah ini kebetulan, tak ada sesuatu yang kebetulan, kalau Tuhan mau apa pun bisa terjadi.”
“Umat Allah terkasih memang terlalu indah untuk dilupakan, kenangan-kenangan manis. Terlalu sedih untuk dikenangkan, dan setelah jauh kami berjalan bersama dengan dia. Dia telah meninggalkan kami untuk kembali menuju kepada Bapa Sang Pemilik Kehidupan.”
“Umat Allah terkasih bertepatan dengan Hari Raya Santa Perawan Maria Dikandung Tanpa Noda, kita juga dipanggil, dipilih, diajak untuk sama-sama memiliki jiwa, spirit, semangat seperti yang dimiliki oleh Maria. Fiat Maria, matrah hidup Maria “Sesungguhnya Aku ini hampat Tuhan, jadilah padaku menurut perkataan-Mu”. Ini diharapakan menjadi fiat, spirit, landasan untuk membangun kehidupan kita apa pun bentuknya panggilan hidup, apapun status kita. Supaya hanya dengan demikian, maka kita akhrinya boleh untuk tulus iklas dalam menjalani hari-hari hidup yang penuh warna ini.”
“Jadi inilah juga yang diteladankan, yang saya juga alami, yang saya juga dapat petik dari pengalama yang dicontohkan oleh Romo Muji untuk saya.”
“Kalau bahasa jawa saya ungkapkan, dia adalah pribadi yang sumeleh tanpo nyesah. Pasrah tanpa harus gresula, dan tatak tanpa harus banyak komen. Jadi kalau kita memiliki spirit hidup maka kita juga pasti akan mampu menjalani hari-hari yang penuh warna dengan tulus, iklas. Dalam seluruh dinamika kehidupan yang kita jalani.”
“Selain daripada itu yang dapat kita petik adalah dari pengalaman perjalanan, pergumulan hidup Maria, pergumulan hidup Romo Muji, setia dalam alur proses kehidupan, setia menapaki perjalan panjang panggilan hingga final, hingga akhir. Apakah saya juga sampai 25 tahun tidak ada yang tahu. Apakah Romo Andre juga diprediksi meninggal dalam usia 44, tidak ada yang tahu.”
“Hari ini Romo Muji, besok, tidak ada yang tahu. Dan inilah yang menjadi pe’er bagi kita supaya kita tetap terus menerus membangun dan hidup dalam kesadaran penuh untuk menyongsong Sang Pemilik Kehidupan yang datang tidak diduga.”
“Seperti halnya yang dihayati oleh Paulus lewat suratnya yang dikirim kepada jemaatnya di Efesus: Paulus itu menaruh harapan yang besar pada Kristus dan akhirnya hidupnya boleh menjadi kidung pujian bagi kemuliaan Allah. Maka kalau kita hidup menurut alur, menurut jalan, menurut apa yang dikehendaki oleh Allah, maka hidup kita menjadi korban harum mewangi yang berkenan dan menjadi kidung di hati Allah. Sebaliknya kalau kita tidak taat dan patuh kepada Allah, kalau kita tidak setia pada komitmen kita sendiri, maka hidup kita tidak akan menjadi kidung pujian bagi kemuliaan Allah.”
“Seperti Adam dan Hawa. Karena dosa, karena melanggar komitmen, karena melanggar janji, maka dosa membuat kita malu. Kita merasa sendiri di tengah keramaian, kita merasa kesepian, kita merasa bukan manusia lagi dan kita seakan-akan kehilangan harkat, martabat diri kita. Maka solusi adalah dalam seluruh kehidupan apapun bentuk seperti yang diteladankan Maria dalam perayaan hari ini.”
“Dan kemudian yang terakhir kita juga diajak dalam momen yang penuh rahmat ini marilah kita sama-sama saling mendoakan, mari kita sama-sama saling memberikan hiburan, mari kita sama-sama hadir dalam kado spesial kasih seperti Maria yang tadi melawati Elisabet saudarinya.”
“Selamat jalan Romo Muji, selamat menikmati buah perjuangan dan kesetiaan atas komitmenmu sebagai Imam, selamat bersua kembali saat hati kita nanti terpaut di dalam Surga Abadi. Amin.”****