KRAKATOA.ID, BANDARLAMPUNG — Perwakilan siswa/siswi SMA Xaverius Bandarlampung mengikuti Perayaan Ekaristi dalam rangka Penutupan Pekan Laudato Si’ 2024 di Bukit Tentrem, Batu Putuk, Teluk Betung Utara, Bandarlampung, Sabtu (25/5/2024).
Misa dipimpin oleh Vikaris jenderal (Vikjen) Keuskupan Sufragan Tanjungkarang RD. Adrianus Satu Manggo dan konselebran RD. Laurentius Totok Subiyanto, RD. Laurentius Pratomo, RD. Pius Wahyo Adityo Raharjo dan Romo Ignasius Supriyatno, MSF.
Dalam homilinya Romo Manggo – begitu Vikjen Keuskupan Sufragan Tanjungkarang disapa – menerangkan mengenai makna Laudato Si yang tertuang dalam Ensiklik Paus Fransiskus.
“Kita beruntung, kita diajak oleh Bapa Paus kita melalui ensiklik-nya yang kedua, laudato si. Laudato si artinya adalah terpujilah engkau. Jadi kita justru ketika kita sebagai manusia bersama di bumi ini, mulai keliru mengeola alam, Paus lalu melihat itu, beliau kemudian mengeluarkan ensiklik tadi.
“Ini surat pastoran tentang Ibu Bumi yang pertama yang dikeluarkan Paus, kaitannya lebih pada soal menghargai alam supaya tidak lebih dirusak lagi, juga kaitannya dengan perubahan iklim global warming.”
“Maka bapa ibu saudara-saudari kita orang Katolik melalui surat itu diminta untuk paling tidak menyadari bahwa alam ciptaan itu titipan, bukan milik kita saja, milik anak cucu.”
“Kalau kita baca Kitab Kejadian ketika Allah menciptakan semuanya kan, Allah menciptakan ini menciptakan itu, lalu Allah melihat baik adanya, lalu menciptakan kita manusia, lalu dililhat, lalu diberi kata amat, ‘amat baik adanya’. Setelah itu Tuhan bilang, kuasailah burung-burung di udara, ikan-ikan di laut.”
“Ketika masih di tangan Tuhan semuanya baik adanya, bahkan berkaitan dengan kita amat baik adanya. Ketika diserahkan kepada manusia apa yang terjadi? lalu mulai kacau. Hancur, bunuh-bunuhan, alam dieksploitasi, seperti itu.”
“Bahkan kayu yang harusnya untuk bangunan untuk pohon dipakai untuk menyalibkan Tuhan kita Yesus. Kayu-kayu itu seharusnya bisa dipakai untuk ini, tapi dipakai untuk menyalibkan Tuhan. Jadi saking hancurnya kita mengelola alam, Tuhan pun kita salibkan di batang pohon karya ciptanya sendiri.”
“Maka lewat Laudato Si kita diajak untuk mari sekali lagi kita belum terlambat, untuk menyadari kekeliruan kita sebagai manusia bersama dalam mengurus alam dan diberi kesempatan sekali lagi untuk mari mencoba mengelolanya dengan baik mulai dari rumah tangga kita,” pungkas Romo Manggo.
Sebagaimanadiketahui Pekan Laudato Si’ 2024 di Keuskupan Sufragan Tanjungkarang berlangsung dari 19 hingga 25 Mei 2024.
Pekan Laudato Si’ 2024 merupakan permenungan kisah penciptaan, dimana bumi diciptakan baik untuk umat manusia. Manusia memiliki kewajiban untuk tetap membuat bumi tetap baik adanya.
Kegiatan ini bertujuan untuk menyatukan seluruh umat manusia, merenungkan, dan memupuk benih harapan agar dapat memelihara bumi yang kita tempati agar tetap lestari”.***
Penulis : Angela Merichi Ayu
Editor : F. Joko Winarno