Canti, Dermaga Kecil di Ujung Lampung yang Tak Pernah Tidur

KRAKATOA.ID, LAMPUNG SELATAN -— Aroma laut dan suara debur ombak menyambut siapa saja yang tiba di Dermaga Canti, sebuah dermaga sederhana di Desa Canti, Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan. Setiap akhir pekan, Sabtu dan Minggu, dermaga ini berubah menjadi pusat keramaian, penuh dengan lalu-lalang penumpang yang bersiap menyeberang ke pulau-pulau kecil di seberang, terutama Pulau Sebesi dan Pulau Sebuku.

Menjelang siang, barisan penumpang mulai memadati area tunggu dermaga. Ada yang membawa barang belanjaan, beberapa tampak membawa hasil tani, dan tak sedikit pula anak-anak sekolah yang hendak pulang ke kampung halamannya. Dermaga Canti tak sekadar titik berangkat, tapi juga menjadi penghubung harapan antara daratan dan pulau.

Di antara keramaian itu, seorang pria dengan celana jeans dan mengenakan topi tampak tengah menikmati sarapan dan segelas kopi hitam. Dialah Bang Jon, pemilik dan nahkoda Kapal Bina Jaya, salah satu kapal yang rutin melayani rute ke Pulau Sebuku dan Pulau Sebesi.

“Di Pulau Sebuku itu ada sekitar 100 kepala keluarga,” ujar Bang Jon kepada Krakatoa.id, Minggu (15/6/2025), sembari menyeruput kopiinya.

“Rata-rata penumpang saya adalah warga Sebesi dan Sebuku. Mereka biasanya ke daratan ini untuk pulang kampung, belanja, atau keperluan lainnya,” tambahnya lagi.

Bang Jon sudah hampir dua dekade menjadi penyambung kehidupan masyarakat pulau dengan daratan. Ia tahu betul ritme perjalanan warganya.

“Kadang ada yang bertani di sana, kadang seminggu sekali baru pulang. Yang punya warung biasanya belanja ke sini. Anak-anak sekolah juga, Sabtu baru pulang, terus Minggu balik lagi ke daratan,” jelasnya.

Menurutnya, momen paling ramai di dermaga ini biasanya terjadi saat bulan Ramadan dan menjelang Lebaran. “Ramai sekali waktu itu. Banyak yang mudik dari Jawa ke Pulau Sebesi,” katanya.

BACA JUGA :  Eksplorasi Spot Snorkeling Cukuh Bedil, Surga Tersembunyi di Pahawang

Masyarakat di Pulau Sebesi dan Sebuku menggantungkan hidup dari hasil pertanian. Komoditas utama mereka antara lain kelapa, cengkeh, jagung, dan pisang. Hasil panen itulah yang kadang ikut dibawa ke daratan, dijual atau ditukar dengan kebutuhan lain.

Untuk yang melayani rute Pulau Sebesi dalam sehari, Bang Jon mengaku ada tiga kapal yang biasanya bersandar di Dermaga Canti.

“Kalau soal kapasitas, tergantung besar kecil kapal. Yang besar bisa angkut 50 sampai 60 orang, kalau yang kecil sekitar 35-an. Tapi rata-rata ya segitu per hari penumpangnya,” ucapnya.

Kapal yang digunakan pun beragam. Salah satunya adalah perahu kayu tradisional yang disebut Kapal Ting Ting, khusus untuk rute ke Pulau Sebuku. Sementara rute ke Sebesi atau bahkan Gunung Anak Krakatau menggunakan kapal motor.

Tarif penyeberangan cukup terjangkau, hanya Rp25 ribu per orang. Bahkan untuk sepeda motor pun tarifnya sama. “Mau orang atau bawa motor, tetap Rp25 ribu,” kata Bang Jon sambil tertawa kecil.

Di balik kesederhanaan Dermaga Canti, ada denyut kehidupan yang terus bergerak. Setiap akhir pekan, tempat ini menjadi titik temu antara dua dunia — daratan dan pulau — yang saling membutuhkan. Dermaga ini bukan sekadar tempat naik turun kapal, tapi jembatan harapan, kisah, dan kehidupan masyarakat pesisir Lampung Selatan.***