25 Tahun SMA Fransiskus, 800 Tahun Gita Sang Surya, dan Sebatang Mangrove Harapan

KRAKATOA.ID, PESAWARAN – Lebih dari sekadar aksi tanam pohon, kegiatan penanaman mangrove di Ekowisata Mangrove Cuku Nyinyi, Desa Wisata Sidodadi, Kabupaten Pesawaran pada Sabtu (12/7/2025) menjadi ruang belajar lintas generasi yang menggabungkan nilai spiritual, edukasi lingkungan, dan cinta pada bumi sebagai rumah bersama.

Dalam rangkaian perayaan Tahun Yubileum 2025, kegiatan ini diinisiasi oleh SMA Fransiskus Bandarlampung dan Kongregasi Suster FSGM, melibatkan ratusan peserta dari berbagai kalangan—mulai dari pelajar, alumni, masyarakat lokal, hingga tokoh-tokoh gereja dan kehutanan. Momen ini juga menandai 25 tahun berdirinya SMA Fransiskus serta peringatan 800 tahun “Gita Sang Surya” karya St. Fransiskus Assisi, sang santo pelindung ekologi.

Berbeda dari pendekatan edukasi di dalam kelas, penanaman mangrove ini membuka ruang pembelajaran langsung bagi siswa dan generasi muda untuk memahami pentingnya ekosistem pesisir. Bukan hanya soal pohon dan lumpur, tetapi soal identitas, warisan, dan tanggung jawab bersama sebagai penjaga bumi.

“Kami ingin anak-anak muda belajar mencintai bumi bukan karena disuruh, tapi karena merasa menjadi bagian darinya. Ini bukan praktik formalitas, tapi bentuk nyata dari iman yang ekologis,” jelas Sr. M. Floriani FSGM, Kepala SMA Fransiskus Bandarlampung.

Menurutnya, ketika siswa menanam mangrove, mereka juga sedang menanam nilai: solidaritas, ketekunan, dan cinta pada ciptaan Tuhan.

Penanaman ini juga menjadi panggung kolaborasi antar generasi dan komunitas. Dari para siswa muda, suster lansia, hingga tokoh keuskupan, semua hadir dalam semangat yang sama: menjaga bumi dan mendidik hati.

Mgr. Vinsensius Setiawan Triatmojo, Uskup Tanjungkarang, menekankan bahwa perubahan mentalitas ekologis adalah proses jangka panjang yang membutuhkan keterlibatan semua pihak.

“Lingkungan hidup bukan urusan satu generasi. Ini warisan. Dan warisan itu harus dijaga dan diajarkan secara turun-temurun,” tegasnya.

BACA JUGA :  Perdana, Prodi D-3 PKL Berbasis MBKM di Unila

Sementara itu, Ketua Yayasan Dwi Bakti, Sr. M. Editha FSGM, menekankan bahwa aksi ini selaras dengan semangat Laudato Si’ dan Arah Dasar Keuskupan Tanjungkarang yang mengajak seluruh umat untuk menjadi “peziarah harapan” yang bersinergi dengan seluruh ciptaan.

“Menanam mangrove hari ini adalah doa dalam bentuk aksi. Ini cara kami bersyukur atas perjalanan pelayanan, sekaligus mempersembahkan masa depan yang lestari kepada generasi berikutnya,” ujarnya.

Tak hanya menghadirkan pesan-pesan ekologis, acara ini juga menyentuh ranah batin peserta. Penanaman dilakukan dengan ritual hening sejenak, refleksi, dan doa bersama. Simbolisasi bahwa bumi bukan sekadar ruang tinggal, tetapi bagian dari spiritualitas hidup.

“Mari kita tanam bukan hanya mangrove, tetapi kesadaran. Supaya generasi mendatang tak hanya mewarisi bumi yang utuh, tapi juga iman yang hidup dalam kasih pada ciptaan,” tutup Sr. Floriani.

Kegiatan ini turut dihadiri Sodikin, S.Sos. M.Si Kepala Seksi Penguatan Kelembagaan BPDAS Way Seputih Way Sekampung Kehutanan, Romo Laurentius Totok Subiyanto dari Tim Laudatu Sie Keuskupan, Sr. M. Elfrida Ketua Panitia rangkaian kegiatan, Koordinator sie Laudato Sie dalam rangkaian kegiatan Sr. M. Huberta.***

Penulis : Sr. M. Fransiska FSGM