KRAKATOA.ID, BANDARLAMPUNG — Reforma agraria tidak lagi hanya soal pembagian tanah, tapi telah berkembang menjadi strategi kunci dalam membangun ekonomi desa dan mengatasi kemiskinan struktural di Lampung.
Hal ini mengemuka dalam Rapat Koordinasi Akhir Penyelenggaraan Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Tahun 2025, yang dibuka secara resmi oleh Sekretaris Daerah Provinsi Lampung, Marindo Kurniawan, mewakili Gubernur Rahmat Mirzani Djausal, Kamis (18/9/2025), di Aula Kantor Wilayah BPN Provinsi Lampung.
Mengusung tema “Reforma Agraria yang Berkelanjutan dan Berdampak melalui Sinergi Multistakeholder”, kegiatan ini tidak hanya menjadi ajang koordinasi, tetapi juga diskursus tentang bagaimana tanah bisa menjadi alat pemerataan ekonomi dan pengungkit kesejahteraan masyarakat desa.
“Reforma agraria bukan sekadar legalisasi aset. Ini adalah transformasi sosial yang harus dirasakan masyarakat secara nyata,” ujar Marindo. “Kita bicara soal perubahan hidup, bukan hanya sertifikat tanah.”
Paparan dari Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Lampung sekaligus Ketua Harian GTRA, Hasan Basri Natamenggala, menunjukkan arah baru dari pelaksanaan reforma agraria: dari redistribusi tanah menuju pembentukan ekosistem ekonomi desa.
Sebanyak 1.207 hektare lahan eks-kolonial di Kabupaten Lampung Timur telah diidentifikasi sebagai Tanah Objek Reforma Agraria (TORA), dan akan dialokasikan untuk 3.881 jiwa. Lahan ini dinyatakan berstatus “clean and clear” dan siap ditindaklanjuti.
Namun, Hasan menekankan bahwa distribusi tanah hanyalah tahap awal. Tantangan sebenarnya adalah memastikan tanah itu bisa produktif dan menghasilkan nilai ekonomi.
“Banyak warga penerima tanah yang usaha ekonominya masih sangat sederhana. Maka, akses ke modal, pendampingan, dan pelatihan adalah keharusan, bukan pelengkap,” tegas Hasan.
Pemprov Lampung kini menempatkan reforma agraria sebagai bagian dari upaya pengurangan ketimpangan desa-kota. Program ini diarahkan agar masyarakat tidak lagi bergantung pada urbanisasi atau pekerjaan informal di kota.
“Reforma agraria bisa menciptakan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru di desa. Dengan pengelolaan yang tepat, desa tidak lagi hanya menjadi objek pembangunan, tetapi subjek utama ekonomi kerakyatan,” ujar Hasan.
Kondisi ini sejalan dengan visi Gubernur Lampung yang mengedepankan pembangunan berbasis ekonomi lokal, koperasi, dan komunitas desa, termasuk melalui sektor pertanian, UMKM, dan pengolahan hasil bumi.
Pada kesempatan itu, Sekda Marindo menyerahkan secara simbolis hasil kerja GTRA Provinsi Lampung kepada Kantor Pertanahan Kabupaten Lampung Timur. Proses selanjutnya akan masuk tahap legalisasi melalui Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) atau redistribusi tanah.
GTRA Provinsi juga terus mendampingi penyelesaian konflik agraria yang belum selesai, seperti di wilayah Lampung Tengah, guna memastikan reforma agraria berjalan secara damai dan adil.
Rapat ini turut dihadiri oleh perwakilan Kementerian ATR/BPN, pemerintah daerah, serta elemen masyarakat. Diskusi yang berlangsung menegaskan pentingnya pendekatan lintas sektor dalam pelaksanaan reforma agraria.
“Kalau hanya satu instansi yang bekerja, hasilnya tidak akan optimal. Ini harus menjadi gerakan bersama. Dari pusat sampai desa, dari pemerintah sampai masyarakat,” tutup Marindo.***