KRAKATOA.ID, BANDARLAMPUNG — Dalam menyongsong Tahun Yubileum 2025, Kongregasi Fransiskan St. Georgius Martir (FSGM) Indonesia tidak hanya menggelar rangkaian kegiatan sosial dan rohani. Lebih dari itu, mereka sedang menyiapkan sebuah gerakan pendidikan nilai — yang dirancang untuk membentuk karakter generasi muda yang beriman, peduli, dan bertanggung jawab secara sosial dan ekologis.
Mengusung tema “Berjalan Bersama Membangun Gereja dan Bangsa sebagai Peziarah Harapan”, kegiatan yang digelar FSGM tak hanya menyentuh aspek spiritual dan sosial, tetapi juga menyasar ranah pembentukan kepribadian dan kepemimpinan generasi mendatang.
“Melalui kegiatan ini, kami ingin para siswa dan kaum muda mengalami secara langsung bagaimana iman terwujud dalam tindakan nyata dan kepekaan terhadap sesama serta ciptaan,” ujar Sr. M. Elfrida FSGM, Ketua Panitia Kegiatan, dalam siaran pers yang diterima Krakatoa.id, Minggu (25/5/2025).
Spiritualitas Fransiskan dalam Dunia Pendidikan
FSGM selama ini dikenal sebagai kongregasi religius yang banyak bergerak di bidang pendidikan. Melalui SMA Fransiskus Bandarlampung, yang juga merayakan ulang tahun ke-25 tahun ini, FSGM menanamkan nilai-nilai cinta kasih, keadilan sosial, tanggung jawab lingkungan, dan kesederhanaan hidup kepada para peserta didik sejak dini.
Rangkaian kegiatan yang dimulai sejak 19 Juli 2025 mencerminkan proses pembelajaran holistik berbasis spiritualitas Fransiskan. Dari penanaman mangrove di Pantai Panjang hingga seminar keadilan sosial, dari aksi bedah rumah hingga pengobatan gratis, semua menjadi ruang belajar nyata — yang melibatkan siswa dari TK hingga SMA.
“Kami ingin mereka bukan sekadar tahu nilai-nilai Fransiskan, tapi menghidupinya dalam tindakan konkret,” lanjut Sr. Elfrida.
Ruang Belajar Interaktif: Dari Panggung Seni hingga Bazar Ekologis
Tidak hanya kegiatan formal, siswa juga dilibatkan dalam penampilan seni budaya, bazar hasil karya kreatif, dan berbagai forum diskusi, termasuk kelas parenting dan temu OMK (Orang Muda Katolik). Semua dirancang agar siswa, guru, dan orang tua bisa bersama-sama mengalami proses pembentukan karakter secara partisipatif.
“Panggung seni menjadi ruang bagi ekspresi iman dan kreativitas. Bazar menjadi sarana untuk memahami tanggung jawab ekologis dan nilai keberlanjutan,” ujar salah satu guru pembina.
Gita Sang Surya: Menghidupkan Syukur dan Persaudaraan
Perayaan ini juga menjadi refleksi mendalam atas 800 tahun Gita Sang Surya, puisi pujian karya Santo Fransiskus dari Assisi. Di tengah tantangan zaman — mulai dari krisis lingkungan, budaya instan, hingga melemahnya solidaritas sosial — Gita Sang Surya menjadi pengingat untuk kembali pada rasa syukur, kesederhanaan, dan persaudaraan universal.
“Gita Sang Surya bukan sekadar puisi, tapi pendidikan jiwa. Kami ingin generasi muda menyerap itu — agar ketika mereka memimpin masa depan, mereka membawa terang kasih, bukan hanya kompetensi,” pungkas Sr. Elfrida.***






