KRAKATOA.ID, PESAWARAN – Langkah cepat dan progresif Provinsi Lampung dalam merampungkan Musyawarah Khusus Pembentukan Koperasi Merah Putih di seluruh desa dan kelurahan menandai babak baru transformasi ekonomi nasional yang dimulai dari akar rumput – desa. Di tengah tantangan ketimpangan ekonomi dan ketergantungan desa pada pusat, Lampung tampil sebagai pelopor dalam menata ulang arsitektur ekonomi dari bawah ke atas.
Sebagai provinsi pertama yang mencapai 100 persen penyelenggaraan musyawarah koperasi sebelum tenggat nasional 31 Mei 2025, Lampung menegaskan bahwa pemberdayaan desa bukan sekadar jargon, tetapi menjadi strategi nyata dalam membangun ketahanan dan kemandirian ekonomi rakyat.
“Ini bukan semata pencapaian administratif, tetapi gerakan sadar yang menempatkan desa sebagai pusat gravitasi baru ekonomi Indonesia,” ungkap Wakil Gubernur Lampung, Jihan Nurlela, dalam Dialog Percepatan Pembentukan Koperasi Merah Putih di Graha Adora, Rabu (28/5).
Desentralisasi Ekonomi: Koperasi sebagai Instrumen Distribusi Keadilan
Di tengah sentralisasi ekonomi yang masih mendominasi struktur nasional, hadirnya 2.651 koperasi desa/kelurahan menjadi momentum pergeseran paradigma. Koperasi tidak lagi dilihat sebagai entitas pelengkap, tetapi sebagai tulang punggung distribusi keadilan ekonomi yang bersifat inklusif dan berkelanjutan.
“Dengan model koperasi multifungsi, kita membangun ekosistem ekonomi lokal yang mampu mengatasi praktik rente dan memperpendek rantai distribusi. Petani, nelayan, pelaku UMKM kini punya wadah sendiri yang terorganisir dan legal,” kata Jihan.
Koperasi Merah Putih dirancang tidak hanya sebagai sarana simpan pinjam, tapi juga layanan sembako, logistik, kesehatan, hingga distribusi hasil pertanian. Strategi ini membuka jalan baru bagi desa untuk menjadi subjek pembangunan, bukan sekadar objek kebijakan.
Lampung sebagai Prototipe Indonesia Baru
Apresiasi dari pemerintah pusat datang bukan tanpa alasan. Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, menyebut Lampung sebagai role model karena berhasil menyelaraskan visi nasional dengan semangat lokal. Langkah ini dianggap sebagai prototipe Indonesia baru yang bertumpu pada ekonomi kolektif dan gotong royong.
“Inisiatif ini bisa menjadi cetak biru bagi daerah lain. Kita tidak bisa bicara kemandirian ekonomi tanpa menghidupkan desa,” ujar Zulkifli.
Ekonomi Berbasis Komunitas untuk Indonesia Emas 2045
Dengan target nasional pembentukan 80.000 koperasi hingga 2025 dan potensi penyerapan dua juta tenaga kerja, Lampung menunjukkan bagaimana kolaborasi antarlembaga — dari pemerintah provinsi hingga aparat desa — bisa menghasilkan terobosan struktural.
Pembentukan Satuan Tugas Percepatan Koperasi sejak 23 Mei 2025 menjadi bagian dari strategi jangka panjang yang tak hanya menyasar legalitas, tetapi juga efektivitas koperasi dalam menopang kehidupan sosial ekonomi masyarakat desa.
“Ini bukan proyek lima tahunan. Ini adalah warisan sistem yang harus dijaga dan dikembangkan. Desa yang kuat akan melahirkan Indonesia yang tangguh,” tegas Jihan.
Menata Ulang Masa Depan: Desa sebagai Poros Kemajuan
Keberhasilan Lampung menjadi alarm bagi provinsi lain untuk memulai transformasi dari bawah. Koperasi Merah Putih bukan hanya simbol, tetapi alat nyata dalam mengembalikan peran desa sebagai poros kemajuan bangsa.
Dalam konteks menuju Indonesia Emas 2045, apa yang dilakukan Lampung hari ini bisa menjadi fondasi sejarah baru: bahwa masa depan Indonesia sejatinya dibangun dari desa.***