Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumatra Utara menerima satu individu anak orang utan Sumatra dari BBKSDA Jawa Barat. Orang utan itu sempat dipelihara oleh warga di Bogor. Saat ini orang utan itu masih menjalani rehabilitasi sebelum dilepasliarkan.
VOA — Satu individu orang utan Sumatra (Pongo abelii) jantan berusia 3 tahun dari Bogor, Jawa Barat, akhirnya dipulangkan ke Sumatra Utara (Sumut). Orang utan Sumatra yang diberi nama Kaka itu tiba di Bandara Internasional Kualanamu, Kabupaten Deli Serdang, Sumut, Selasa (31/5) pagi.
Pelaksana tugas Kepala BBKSDA Sumut, Irzal Azhar, mengatakan orang utan Sumatra itu merupakan hasil penyerahan dari masyarakat di Bogor pada 7 Januari 2022 lalu. Selanjutnya, orang utan itu dititip dan dirawat di Pusat Rehabilitasi Satwa Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI) di Ciapus, Bogor.
“Kita kedatangan tamu dari Bogor. Orang utan bernama Kaka jenis kelamin jantan berusia 3 tahun merupakan hasil penyerahan dari masyarakat di Bogor,” katanya.
Saat berada di Pusat Rehabilitasi YIARI, orang utan itu telah menjalani perawatan dan sejumlah pemeriksaan kesehatan. Kemudian, sampel darah orang utan itu diperiksa di Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman untuk keperluan identifikasi pada 23 Februari 2022.
Sedangkan, kata Irzal, dari tes genetik yang dilakukan diketahui bahwa orang utan tersebut dalam keadaan sehat dan berasal dari kawasan Aceh bagian utara sehingga harus segera dilepasliarkan ke tempat asalnya.
“Telah melakukan pemeriksaan darah dan genetik diketahui bahwa itu adalah orang utan Sumatra. Maka atas inisiatif kami semua, dikirim ke Sumut ke pusat rehabilitasi di Batu Mbelin Sibolangit untuk menjalani rehabilitasi sehingga nanti bisa siap dilepasliarkan,” ucap Irzal.
Sementara itu, Kepala Bidang BBKSDA Jawa Barat Wilayah I Bogor, Lana Sari, menjelaskan orang utan itu diterima dari warga. Saat itu petugas mendapatkan informasi soal adanya seorang warga yang memelihara orang utan Sumatra.
“Kami mendapatkan laporan dari masyarakat bahwa terdapat orang utan pada warga. Kemudian, kami coba lakukan (tindakan) persuasif supaya orang utan ini dikembalikan. Pada saat itu kami (langsung) lakukan pemeriksaan kesehatan,” jelasnya.
Namun, tak diketahui berapa lama orang utan Sumatra itu dirawat oleh warga. Pasalnya, BBKSDA Jawa Barat tidak mengambil langkah hukum terhadap warga yang memelihara orang utan Sumatra tersebut.
“Yang bersangkutan mengatakan menerima hibah dari orang lain. Jadi kami mengambil opsi pembinaan. Ketika dia bersedia menyerahkan maka kami tidak menjadikan itu sebagai kasus. Tidak dilaporkan ke penegak hukum, kami memilih melakukan pembinaan. Ketika persuasif bisa dilakukan maka represif tidak perlu lagi (dilakukan),” ungkapnya.
Awalnya, warga yang memelihara orang utan Sumatra itu enggan menyerahkan satwa dilindungi tersebut. Namun, usai diberi pemahaman terkait konservasi orang utan Sumatra, akhirnya warga bersedia menyerahkan satwa dilindungi itu.
“Awalnya (tidak memberikan sukarela) tapi setelah mendapatkan pembinaan dari kami bahwa orang utan adalah satwa yang dilindungi. Walaupun mau memelihara harus memiliki izin dan kami sampaikan pesan-pesan konservasi bahwa satwa ini sebaiknya berada di habitatnya. Kemudian, yang bersangkutan mau memberikan orang utan itu,” tandas Lana.
Dokter hewan senior Yayasan Ekosistem Lestari Sumatran Orangutan Conservation Programme (YEL-SOCP), drh Yenny Saraswati, mengatakan pemeriksaan kesehatan lanjutan terhadap orang utan Sumatra itu di Pusat Rehabilitasi Batu Mbelin Sibolangit akan dilakukan pada Kamis (2/6) mendatang.
Namun, belum diketahui pasti berapa lama orang utan Sumatra itu akan menjalani rehabilitasi sebelum dilepasliarkan ke habitatnya. Setelah melalui penilaian yang terukur orang utan Sumatra itu akan dilepasliarkan di lokasi reintroduksi yang telah ditentukan oleh Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE).
“Semakin lama orang utan dipelihara sama pemiliknya akan kian panjang masa rehabilitasinya yang dibutuhkan. Itu juga akan tergantung dari usia saat dipelihara,” ucapnya kepada VOA.
Proses pemindahan orang utan Sumatra itu telah mengacu kepada Edaran Direktur Jenderal KSDAE Nomor: SE.4/KSDAE/KKH/KSA/4/2020 tanggal 9 April 2020 tentang Panduan Teknis Pencegahan COVID-19 Pada Manusia dan Satwa Liar.
Orang utan Sumatra merupakan salah satu satwa liar yang sangat terancam punah dan dilindungi. Menurut pasal 21 ayat (2) huruf (a) juncto Pasal 40 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, setiap orang dilarang menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup atau mati. Sanksi pidananya adalah penjara maksimal lima tahun dan denda sebesar Rp100 juta.
Saat ini populasi orang utan Sumatra diperkirakan semakin menurun. Berdasarkan data Population and Habitat Viability Assesment (PHVA) tahun 2016, diperkirakan terdapat 14.630 individu orang utan Sumatra yang tersebar di Aceh dan Sumut.
Sementara, pada November 2017 dideklarasikan orang utan Tapanuli (Pongo tapanuliensis) yang mendiami ekosistem Batang Toru di Sumut dengan perkiraan populasi 577 hingga 760 individu. [aa/lt]