KRAKATOA.ID, BANDARLAMPUNG — Dalam rangkaian pembinaan SDM Kependidikan Baru di Yayasan Xaverius Tanjungkarang, RD. Pius Wahyu Adityo Raharjo menyampaikan materi mengenai semangat Katolisitas dalam bekerja, khususnya bagi para guru. Sesi yang mengangkat tema “Jalan Sang Guru” ini memberikan refleksi mendalam tentang peran dan panggilan seorang guru sebagai pemimpin spiritual yang tidak hanya mengajarkan ilmu, tetapi juga membimbing murid dalam terang kebenaran.
Dalam pemaparannya, RD. Pius menjelaskan bahwa kata “guru” dalam bahasa Sansekerta memiliki arti yang lebih mendalam daripada sekadar seorang pengajar. “Secara etimologis, kata ‘GU’ berarti kegelapan dan ‘RU’ berarti terang. Seorang guru adalah pendidik yang membawa muridnya dari kegelapan menuju terang, dari ketidaktahuan menuju pemahaman, dan dari ketergantungan menuju kemandirian,” jelas RD. Pius.
Dia juga menekankan bahwa menjadi guru adalah panggilan suci, bukan sekadar profesi. Guru adalah sosok yang harus diikuti dan diteladani. Seorang guru sejati tidak hanya mentransfer pengetahuan, tetapi juga memberikan dirinya secara penuh untuk membimbing murid-muridnya. “Guru sejati dipanggil untuk membebaskan muridnya, bukan hanya dari ketidaktahuan, tetapi juga dari ketergantungan pada sang guru,” tambahnya.
Mengutip dari Injil Yohanes 14:6, RD. Pius mengingatkan bahwa seorang guru harus menjadi jalan, kebenaran, dan hidup bagi murid-muridnya. Dengan demikian, kehadiran guru tidak hanya sekadar mengajar tetapi juga membawa nilai-nilai spiritualitas yang dapat membentuk karakter dan kepribadian murid.
Dalam konteks spiritualitas, RD. Pius mengajak para guru untuk merenungkan kembali makna dari “Spirit” yang berasal dari bahasa Latin “Spiritus,” yang berarti roh, jiwa, dan semangat yang membuat seseorang tetap hidup dan vital. “Sebagai pendidik Katolik, kita dipanggil untuk memiliki roh cinta kasih, roh persatuan sejati, roh pembelajaran, dan roh keutamaan yang menjadi dasar dari spiritualitas kita sebagai Xaverian,” ujarnya.
Lebih lanjut, RD. Pius menjelaskan bahwa jalan seorang guru adalah jalan pengosongan diri, seperti yang dicontohkan oleh Yesus Kristus dalam Inkaransi-Nya (Yohanes 1:1; Filipi 2:5-11). Seorang guru harus siap untuk mengorbankan dirinya demi kebaikan murid-muridnya, menjadikan panggilan ini sebagai jalan suci dalam pelayanan.
Dia juga mengingatkan bahwa menjadi guru berarti siap menghadapi berbagai tantangan. “Tuhan, aku mencintai mereka,” adalah ungkapan dari seorang guru yang telah memberikan hati dan pikirannya secara penuh bagi murid-muridnya. RD. Pius membagikan kisah-kisah pribadinya sebagai seorang guru, momen-momen paling bahagia yang ia rasakan ketika murid-muridnya lebih percaya padanya daripada orang tua mereka sendiri, serta saat murid bersalaman dan mengucapkan terima kasih.
Tidak lupa, RD. Pius mengajak para guru untuk menjalani “Jalan Pengharapan Hati” dengan menyadari potensi diri sebagai anugerah Tuhan yang harus terus dikembangkan. “Kita harus menyadari bahwa setiap potensi yang kita miliki adalah karunia Tuhan yang harus kita terus kembangkan untuk masa depan,” tutupnya.
Sesi ini diakhiri dengan ajakan bagi seluruh pendidik untuk meneladani semangat Katolisitas dalam setiap langkah dan tindakan, sehingga dapat menjadi pemimpin spiritual yang membawa murid-muridnya menuju terang, bukan hanya dalam hal akademis, tetapi juga dalam pembentukan karakter dan moralitas. Melalui semangat ini, diharapkan para guru di Yayasan Xaverius dapat menginspirasi dan membimbing generasi penerus bangsa dengan kasih dan integritas yang mendalam.***
Kontributor Berita : Ign. Adi Kurniawan
Editor : F. Joko Winarno