Oleh:
Herlinawati,S.T.,M.T.
Prof. Dr. Ir. Christine Wulandari, M.P.
Dr. Ir. Samsul Bakri, M.Si.
Prodi Doktor Ilmu Lingkungan, Universitas Lampung
KRAKATOA.ID — Kebijakan pengelolaan sumberdaya alam mineral dan batubara terkandung dalam UU No.3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, serta UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Karya yang merupakan suatu produk hukum yang lahir dari realita permasalahan pengelolaan sumberdaya alam yang berkembang di negara Indonesia untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan rakyat termasuk masyarakat di wilayah perbatasan sebagaimana tertuang dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 3 : “ Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Rumusan konstitusi tersebut menunjukkan bahwa negara memiliki kedaulatan atas sumberdaya alamnya, termasuk kekayaan mineral dan batubara sehingga diperlukan peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai regulator.
Sumberdaya alam merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang tidak boleh dieksploitasi secara berlebihan dan tidak boleh dinikmati oleh segelintir orang saja. Sumberdaya alam diamanatkan untuk dipelihara dan memberikan manfaat bagi manusia. Permasalahan dalam pengelolaan sumberdaya alam mineral dan batubara adalah : Hukum dan peraturan yang tumpang tindih; Meningkatnya Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP); Penggunaan hukum adat untuk menyelesaikan konflik antara masyarakat adat dan pelaku bisnis; Terbengkalainya bekas galian dan pengabaian kewajiban reklamasi dan pascatambang oleh perusahaan; Korban jiwa akibat lubang tambang yang tidak direklamasi; Pembukaan areal tambang di dalam hutan; Kerusakan lingkungan dan bencana alam; serta kondisi masyarakat miskin di daerah pertambangan.
Pemerintah telah mengeluarkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya alam mineral dan batubara. Tetapi, peraturan perundang-undangan tersebut belum mampu memberikan pemerataan keadilan dan kesejahteraan sehingga memicu ketidakpercayaan masyarakat terhadap kemampuan pemerintah melindungi kesejahteraan rakyat dari dampak nyata kegiatan pertambangan. Upaya pengelolaan usaha pertambangan yang dilakukan belum mampu memenuhi prinsip-prinsip dasar kesejahteraan dimana masih terdapat kesenjangan antara peraturan dan implementasinya dalam pengelolaan sumberdaya alam.
Perumusan kebijakan pemerintah yang tepat merupakan hal yang krusial dalam pengelolaan sumberdaya alam. Kebijakan adalah instrumen pemerintah yang berisi serangkaian tindakan dengan tujuan tertentu yang harus dipatuhi dalam menyelesaikan suatu masalah. Kebijakan pengelolaan sumberdaya alam mineral dan batubara ditujukan untuk kesejahteraan saat ini dan masa depan.
Sistem yang terlibat harus memenuhi kaidah pengelolaan yang baik dan benar, termasuk memperhatikan faktor lingkungan seperti fisik dan kimiawi, aspek sosial ekonomi masyarakat sekitar, dan kawasan pascatambang.
Peraturan dan kebijakan harus dirumuskan agar penegakan hukum dapat mencapai cita-cita dan tujuan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, konsep pembangunan berkelanjutan dalam ikatan hukum prismatik merupakan solusi dari idealismenya dan dapat dicapai dengan mempertimbangkan daya dukung ekosistem dan menjaga fungsi sumberdaya alam dan lingkungan hidup dalam pengambilan keputusan politik. Langkah penting lainnya adalah menetapkan langkah-langkah kebijakan (politik) konkrit untuk mewujudkan keadilan masyarakat dalam mengakses sumberdaya alam. Hal ini dapat membantu mencegah dan mengatasi konflik berkepanjangan yang dapat menimbulkan disintegrasi bangsa. Selain itu, pembangunan dapat dibantu dengan merekonstruksi dan memantapkan kembali kelembagaan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang kokoh dan terpadu serta menyusun program-program pembangunan dalam suatu wilayah tertentu.
Saat ini, kebijakan pengelolaan sumberdaya alam Indonesia nyaman bagi investor swasta dalam dan luar negeri. Pemerintah mengutamakan prosedur yang memudahkan masuknya pengusaha pertambangan baru dengan menyederhanakan birokrasi, menyediakan fasilitas keamanan, bahkan menyesuaikan beberapa undang-undang negara untuk memudahkan mereka masuk ke Indonesia. Selanjutnya, pemerintah memperkenalkan peraturan pertambangan baru berdasarkan sistem online single submission (OSS) untuk mendorong investasi sektor swasta. Aturan pengelolaan pertambangan saat ini memiliki paradigma mengatur investasi dalam kegiatan mineral, serta menetapkan hak, kewajiban, dan batasan perusahaan, individu, dan pemerintah.
Kerangka dasar peraturan pertambangan mencakup aspek-aspek utama kegiatan pertambangan, yaitu :
1. Otoritas pemerintah atas sektor tersebut, meliputi: Kepemilikan sumberdaya alam; Kewenangan diberikan kepada pejabat pemerintah; Penegakan, hukuman, dan denda; serta kewenangan untuk merundingkan kontrak pertambangan.
2. Pembatasan kegiatan pertambangan, meliputi: Persyaratan untuk otorisasi untuk mengeksplorasi, menambang dan proses; Area tertutup untuk kegiatan pertambangan; Jenis tambang tunduk pada kontrol atau kondisi khusus; Area yang tunduk pada kontrol atau ketentuan khusus; Akses lahan; serta resolusi penggunaan lahan yang bertentangan.
3. Hak dan kewajiban dalam eksplorasi pertambangan, meliputi: Luas maksimum eksplorasi atau penambangan; Jangka waktu eksplorasi dan penambangan serta pembaharuan hak; Pembatalan atau pemutusan hak; Pelepasan wilayah eksplorasi; Kewajiban pengeluaran eksplorasi minimum; Persyaratan produksi; Jaminan kepemilikan; Pelaporan; Pengalihan hak; serta Royalti.
4. Persyaratan Lingkungan, meliputi: Mitigasi dampak lingkungan; Dampak sosial atau masyarakat; Pemantauan dan pelaporan; Reklamasi; serta kewajiban pasca penutupan.
Berdasarkan kenyataan yang ada, kebijakan pengelolaan sumberdaya mineral dan batubara di Indonesia harus mengarah pada: Melaksanakan prioritas pemenuhan mineral dan batubara untuk kebutuhan dalam negeri; Memberikan kepastian keterbukaan dalam kegiatan pertambangan; Melakukan supervisi dan pembinaan yang dikembangkan; Mendorong peningkatan investasi dan penerimaan negara; Mendorong pengembangan nilai tambah produk komoditas tambang; Memperhatikan kelestarian lingkungan melalui pengelolaan dan pemantauan pascatambang.
Selain itu, kebijakan pengelolaan sumberdaya alam mineral dan batubara harus berbasis kesejahteraan sosial. Dimana, kebijakan pengelolaan sumberdaya alam mineral dan batubara tidak dapat diselesaikan hanya melalui pendekatan regulasi formal yang melibatkan perizinan, kewenangan, pengawasan, dan sanksi. Tetapi, harus dilakukan melalui pendekatan konseptual yang menghadirkan kesejahteraan sosial sebagai cita-cita dan hukum bangsa. Konsep kesejahteraan sosial merupakan indikator pembangunan hukum yang paling ideal berdasarkan rancangan undang-undang, kebijakan, dan instrumen lainnya. Oleh karena itu, pertanggungjawaban penguasa terhadap hukum Pancasila menjadi sangat penting, dimana suatu ketentuan dan tindakan pemerintah Indonesia mengandung beberapa ciri, yaitu: Negara bertanggung jawab atas penyelenggaraan kesejahteraan sosial; Bertumpu pada sektor ekonomi; Memungkinkan pengembangan diri untuk meningkatkan kualitas hidup; Menumbuhkembangkan hak untuk bekerja dengan adil dan upah serta pengobatan yang layak; Hak untuk berpartisipasi dalam menentukan kebijakan negara; Memanfaatkan sumberdaya alam untuk kemakmuran setiap individu; Meningkatkan kualitas hidup fisik dan mental untuk semua generasi; Memelihara anak-anak miskin dan terlantar; Pengembangan sistem jaminan sosial; Pemberdayaan masyarakat lemah dan kurang mampu; serta penyediaan fasilitas kesehatan dan umum.
Kata Penutup
Kebijakan pemerintah dalam pengelolaan sumberdaya alam mineral dan batubara saat ini mengutamakan kemudahan investasi usaha melalui penyederhanaan birokrasi, penyediaan fasilitas keamanan. Selain itu, menyesuaikan beberapa produk hukum negara untuk memfasilitasi masuknya investor sektor pertambangan ke Indonesia melalui perubahan pertambangan mineral dan batubara, disamping Omnibus Law. Konsep regulasi tersebut tidak boleh hanya berpihak pada pelaku usaha yang berorientasi pada keuntungan. Oleh karena itu, harus mencakup kebijakan kewenangan pengelolaan berbasis kesejahteraan sosial, pelaksanaan hak dan kewajiban pemerintah di bidang sumberdaya alam, mengutamakan kebijakan partisipasi dan kepedulian sosial, serta memberdayakan masyarakat yang lemah dan kurang mampu.