KRAKATOA.ID, BANDAR LAMPUNG — Di tengah derasnya arus digitalisasi, pelestarian budaya menjadi tantangan sekaligus kebutuhan. Hal ini tercermin dalam Pagelaran Budaya Karo bertema “Bersama Melestarikan Budaya Karo di Era Digitalisasi” yang digelar oleh Perpulungen Marga Tambar Malem beserta Anak Beru dan Anak Beru Menteri se-Provinsi Lampung di Gedung Cio-Cio Merga Silima, Tanjung Senang, Jumat (3/10).
Acara yang berlangsung selama dua hari, 3–4 Oktober 2025, tak sekadar menjadi ajang silaturahmi masyarakat Karo di Lampung, tetapi juga momentum penting untuk meneguhkan kembali identitas budaya di tengah tantangan zaman, khususnya bagi generasi muda.
Dalam sambutannya, Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal menyoroti pentingnya menjaga jati diri budaya di tengah kemajuan teknologi dan perubahan gaya hidup.
“Anak-anak muda kita, terutama yang berasal dari budaya Karo, jangan pernah meninggalkan identitasnya. Budaya adalah kebanggaan dan sekaligus perekat persaudaraan,” tegas Gubernur.
Gubernur Rahmat mengingatkan bahwa keberagaman budaya adalah kekayaan sekaligus kekuatan bangsa, dan budaya yang diwariskan tidak boleh tergerus zaman. Ia juga memuji masyarakat Karo di Lampung sebagai bagian dari mosaik budaya yang memperkuat nilai toleransi dan persatuan.
“Lampung ini seperti miniatur Indonesia. Semua suku ada di sini. Salah satu kekuatannya adalah harmoni dan rasa kekeluargaan antaretnis. Masyarakat Karo sudah menjadi bagian penting dalam pembangunan Lampung,” ucapnya.
Pagelaran Budaya Karo diisi dengan berbagai pertunjukan seni tradisional, musik, ritual adat, serta dialog budaya yang membahas peran teknologi dalam pelestarian tradisi, seperti penggunaan media sosial untuk promosi budaya, digitalisasi arsip budaya, dan pembelajaran daring bahasa Karo.
Salah satu pengunjung muda, Anita Sembiring (23), mengaku bangga bisa mengikuti acara ini. Ia mengatakan, banyak anak muda Karo yang kini mulai belajar menari, menyanyi lagu-lagu tradisional, dan menggunakan media digital untuk memperkenalkan budaya Karo ke publik.
“Kami nggak mau budaya Karo hanya tinggal cerita. Justru sekarang saatnya menunjukkan keunikan budaya kita ke dunia lewat platform digital,” ujar Anita.
Sementara itu, Ketua Umum Karo Foundation, Letjen (Purn.) Musa Bangun, menegaskan bahwa adaptasi budaya dengan zaman harus tetap menjunjung nilai-nilai luhur yang diwariskan leluhur.
“Kami masyarakat Karo di Lampung harus bisa menyesuaikan diri, tanpa kehilangan jati diri. Dan tentu, tetap menjadi bagian dari Lampung dalam membangun daerah ini,” kata Musa Bangun.
Pagelaran ini diharapkan menjadi contoh bagaimana kebudayaan tradisional tidak hanya dipertahankan, tapi juga dikembangkan secara relevan dalam era digital — bukan dengan meninggalkan akar, melainkan dengan merangkul masa depan secara cerdas.***






