Penolakan terhadap pembuangan air olahan limbah radioaktif dari Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Fukushima di Jepang berlanjut, terlepas dari jaminan keamanan pemerintah Jepang dan badan nuklir PBB setelah pembuangan ke Samudra Pasifik mulai dilakukan Kamis lalu.
KRAKATOA.ID, FUKUSHIMA, JEPANG (VOA) — Penolakan tidak hanya berasal dari dalam negeri, tapi juga dari negara tetangga Jepang, termasuk Korea Selatan dan China.
TEPCO, atau Tokyo Electric Power Company Holdings, mengajak wartawan mengunjungi fasilitas pengenceran dan pengolahan air limbah radioaktifnya di Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Fukushima Daiichi untuk pertama kalinya pada hari Minggu (27/8), sejak mulai membuang air olahannya ke Samudra Pasifik Kamis (24/8) lalu.
Para pegawai TEPCO tampak duduk di ruang kendali PLTN itu untuk memantau kadar air yang tersisa di dalam tangki selama operasi pembuangan air olahan tersebut.
Air yang setara dengan isi 500 kolam renang ukuran Olimpiade itu sebagian besar digunakan untuk mendinginkan reaktor nuklir yang rusak pada tahun 2011, ketika gelombang tsunami menghantam PLTN yang terletak di pantai utara Tokyo tersebut setelah terjadi gempa bumi. Sebelum dibuang ke laut, air olahan akan dicampur dengan air laut untuk mengurangi konsentrasi tritium.
Pada hari yang sama, sejumlah anggota parlemen Korea Selatan menghadiri unjuk rasa di prefektur Fukushima untuk menentang pembuangan air limbah radioaktif tersebut.
Mereka menuntut Jepang menyimpan air limbah radioaktifnya di dalam tangki-tangki dan tidak membuangnya ke Samudra Pasifik.
Anggota parlemen Korea Selatan dari Partai Demokrat, Woo Won-shik, mengatakan, “Aksi protes ini bukan gerakan ‘anti-Jepang’. Ini adalah perjuangan demi keadilan dan masa depan, serta perjuangan untuk melindungi lautan.”
Sementara itu, harga ikan yang dilelang di pelabuhan sebelah selatan PLTN Fukushima Daiichi pada Jumat (25/8) lalu merosot di tengah ketidakpastian mengenai respons konsumen terhadap pembuangan air olahan limbah radioaktif tersebut.
Hideaki Igari, seorang tengkulak di pelabuhan perikanan Numanouchi, mengatakan bahwa harga ikan sebelah (flounder), yang merupakan salah satu ikan khas Fukushima dengan nama lokal Joban-mono, lebih rendah 10% pada pelelangan Jumat pagi.
“Saya menduga dampak berita tentang pembuangan air olahan limbah dari Fukushima Daiichi dan ketakutan akan dampaknya mungkin telah menyebabkan penurunan harga. […] Mengenai air olahan limbah radioaktif itu, TEPCO hanya membahas kandungan tritium, tapi saya yakin masih ada nuklida radioaktif lain yang tersisa dalam air di tangki-tangki itu. Apakah ini berarti masih aman seperti yang diyakini semua orang? Menurut saya, itu patut dipertanyakan.”
TEPCO mengumumkan Jumat lalu bahwa tingkat radioaktivitas sampel air laut yang diambil setelah pembuangan air olahan limbah PLTN itu berada dalam batas aman.
Juru Bicara TEPCO Keisuke Matsuo mengatakan dalam konferensi pers, “Kami memastikan bahwa nilai yang dianalisis sama dengan konsentrasi yang dihitung dan bahwa nilai yang dianalisis berada di bawah 1.500 bq/L.”
Becquerels per liter adalah satuan ukuran radioaktivitas. Standar keamanan nasionalnya adalah 60.000.
Meski demikian, masyarakat di dalam dan luar Jepang tetap memprotes pembuangan air olahan limbah radioaktif tersebut. Kelompok nelayan Jepang khawatir hal tersebut akan semakin merusak reputasi makanan laut mereka.
Terlepas dari bukti keamanan sesuai standar yang lebih ketat dibandingkan daerah lain di Jepang, hasil tangkapan di Fukushima saat ini hanya seperlima hasil tangkapan sebelum terjadinya gempa dan tsunami tahun 2011, karena terjadinya penurunan populasi nelayan dan ukuran tangkapan yang lebih kecil.
Pembuangan air olahan limbah radioaktif, yang menurut pemerintah Jepang dan TEPCO akan memakan waktu 30 tahun atau hingga proses penutupan PLTN selesai dilakukan, juga memberi pertanda suram bagi masa depan generasi muda di kota nelayan yang sebagian besarnya dikelola oleh bisnis keluarga itu.
Kelompok-kelompok di Korea Selatan dan China juga telah mengungkapkan kekhawatiran mereka.
China telah meningkatkan uji radiasi terhadap produk-produk perikanan dan pertanian asal Fukushima dan sembilan prefektur lainnya, serta menghentikan ekspor di bea cukai selama berminggu-minggu, menurut pejabat Badan Perikanan.
Pemerintah Jepang dan TEPCO mengatakan, air olahan limbah itu harus dibuang untuk memulai proses penutupan PLTN dan mencegah terjadinya kebocoran yang tidak disengaja.
Mereka mengatakan, pengolahan dan pengenceran akan membuat air limbah radioaktif itu menjadi lebih aman dibandingkan standar internasional, sehingga dampak lingkungannya hampir tidak ada.
Direktur Jenderal Badan Energi Atom Internasional (IAEA) Rafael Mariano Grossi telah menyatakan bahwa IAEA akan hadir di wilayah tersebut selama proses pembuangan dilakukan.
Badan PBB itu juga mengatakan bahwa pihaknya akan meluncurkan sebuah situs web yang akan memberikan data langsung mengenai pembuangan olahan limbah tersebut. [rd/ka]