Budi Harjo Ajak Mahasiswa Pahami Pertor Ormawa Secara Objektif

KRAKATOA.ID, BANDARLAMPUNG — Tim Pengelola Prestasi Mahasiswa (TP2M) Universitas Lampung (Unila) Budi Harjo, memberikan tanggapannya terhadap aksi pemasangan papan ucapan duka cita di gerbang masuk Unila pada, Senin pagi, 11 April 2022.

Aksi tersebut dilakukan para mantan Ketua BEM dan disinyalir sebagai ungkapan kekecewaan BEM Unila terhadap Peraturan Rektor Nomor 18 Tahun 2021 tentang Organisasi Kemahasiswaan (Ormawa).

Pertor tersebut dianggap membungkam dan membelenggu gerak BEM Unila hingga berimbas pada ketidakikutsertaan BEM Unila pada Aksi Demo 11 April 2022 bersama Aliansi BEM Seluruh Indonesia (BEM SI).

Budi, yang pernah menjabat sebagai Ketua Senat Mahasiswa Unila (SMU) atau Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi (SMPT) tahun 1991-1992, mengungkapkan rasa prihatin atas langkah yang diambil para alumni dan pengurus BEM Unila. Menurutnya, ada pemahaman yang tidak pas atau keliru yang ditangkap mengenai Pertor tersebut.

Pertor Ormawa sejatinya dibuat sebagai upaya universitas mewadahi organisasi mahasiswa agar aktivitasnya jadi lebih tertata, teratur, dan kemudian memberikan ruang untuk mengembangkan kreativitas. Kehadiran Pertor No. 18/2021 juga tidak lepas dari langkah universitas memfasilitasi penyelesaian konflik pemilihan raya (Pemira) mahasiswa tahun 2021 yang sempat berkepanjangan.

“Jadi sebetulnya kepentingannya untuk mewadahi itu, tapi justru mahasiswa tidak mampu. Pertama, tidak mampu menyelesaikan konflik secara internal di tubuh mereka. Kedua, keliru memahami peraturan rektor yang sudah ditetapkan itu. Mereka menganggap peraturan itu membungkam atau membelenggu aktivitas padahal tidak ada sedikitpun aturan yang mengatur untuk membungkam atau membelenggu. tidak ada sama sekali,” ujarnya saat diwawancara di ruang kerja WR 3.

Menurutnya dalam perspektif organisasi, peraturan dibuat untuk mengatur bagaimana aktivitas sebuah organisasi dilakukan, bagaimana hubungan antarlembaga dan aktivitas lainnya. Maka BEM Unila, yang berada dalam naungan Unila, sudah seharusnya mengikuti peraturan tersebut.

BACA JUGA :  Unila Ikut Serta Penyusunan Rancangan Awal RPJPD Lampung 2025-2045

Sebagai bagian dari Tim Penyusunan Pertor No. 18/2021 ia menegaskan bahwa proses pembuatan Pertor Ormawa Unila telah melibatkan banyak pihak, termasuk aktivis kampus dari seluruh fakultas. Ia dan tim telah melakukan diskusi dan roadshow untuk memastikan bahwa Pertor tentang Organisasi Kemahasiswaan tersebut tidak memuat unsur pembungkaman dan menjunjung tinggi nilai kebebasan sebagaimana yang diatur dalam Konstitusi Negara yakni UUD RI 1945.

“Saya juga ikut menentang seandainya ada pihak yang melarang itu, karena itu dijamin dalam Undang-Undang Dasar 1945. Tidak boleh ada aturan di bawahnya yang bertentangan dengan aturan-aturan yang ada di Undang-Undang Dasar 1945. Itu merupakan prinsip,” tegas Dosen Ilmu Pemerintahan FISIP Unila ini.

Budi mengatakan, sebagai kaum intelektual mahasiswa harusnya skeptis dalam memandang apapun, karena dari sikap yang skeptis itu lah kemampuan berpikir kritisnya akan bekerja dan mampu mencari jawabannya secara objektif, benar, utuh dan bisa dibuktikan. Jika tidak, maka mahasiswa akan membuat suatu kesimpulan yang tidak pasti, kondisi itulah yang memprihatinkan.

Ia mengajak mahasiswa untuk bijak memahami sesuatu dan harus dapat secara utuh memahami sebuah aturan. Apa yang mahasiswa perjuangkan dalam aksi demonstrasi harus berdasarkan teori yang dia pahami, dia gunakan, dan kemudian membandingkannya dengan kondisi yang ada. Ketika antara teori dan kondisi tidak sesuai, berarti disitu ada masalah dan mahasiswa boleh memperjuangkannya dalam rangka memperjuangkan kebaikan.

Untuk konteks aksi demonstrasi, Budi berpesan kepada mahasiswa agar dapat mandiri tidak mudah terpengaruh dengan pihak lain. Aksi demonstrasi adalah bagian dari kebebasan yang tercantum dalam konstitusi negara, namun aksi ini harus didasari kajian-kajian bukan didasari kepentingan tertentu.

“Kepada mahasiswa jadilah dirinya sendiri, jangan mudah terpengaruh dengan pihak lain. Kalau masih bergantung artinya mahasiswa belum mandiri. Mahasiswa itu adalah kaum intelektual maka berpikir bertindak dengan cara-caranya intelektual juga. Kalau kita melakukan semuanya dengan niat yang tulus dan ikhlas untuk kebaikan bersama untuk kemaslahatan bersama saya kira itu bagus. Jadi jangan sampai kita sebagai mahasiswa itu melakukan sesuatu yang hanya kepentingan-kepentingan sesaat,” imbuhnya.***

BACA JUGA :  Prof. Rudy Pimpin Kegiatan Penyamaan Persepsi Reformasi Birokrasi di Unila