KRAKATOA.ID, JAKARTA – Kerja sama yang terjalin antara Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung dan Pemprov DKI Jakarta, Selasa (15/4/2025), bukan sekadar langkah administratif atau teknis. Lebih dari itu, kolaborasi ini menjadi simbol kuat diplomasi antarwilayah yang berfokus pada penguatan kemandirian daerah, sebuah langkah strategis di tengah era otonomi dan persaingan antarprovinsi yang semakin dinamis.
Gubernur Lampung, Rahmat Mirzani Djausal, menyebutkan bahwa kerja sama ini merupakan bagian dari “politik pembangunan horizontal”, di mana daerah tidak selalu bergantung pada pemerintah pusat, tetapi mampu menciptakan aliansi strategis antarprovinsi untuk memecahkan masalah bersama.
“Kita tidak bisa menunggu pusat menyelesaikan semua persoalan. Daerah harus saling terhubung, saling melengkapi, dan saling menguatkan,” kata Gubernur Mirza di Balai Kota Jakarta.
Dengan latar belakang Lampung sebagai salah satu penghasil utama pangan dan DKI Jakarta sebagai wilayah konsumsi terbesar, kerja sama ini membuka jalur perdagangan pangan langsung antarprovinsi yang memangkas rantai distribusi dan memperkuat ketahanan pangan nasional.
“Diplomasi pangan ini bukan hanya menguntungkan kedua daerah, tapi juga mempercepat pemerataan ekonomi antardaerah,” ujar Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung.
Model ini dinilai lebih efektif karena tidak hanya bicara soal jual beli, melainkan juga kolaborasi dalam pengolahan pascapanen, investasi infrastruktur distribusi, hingga pemberdayaan petani melalui transfer pengetahuan dan teknologi dari DKI ke Lampung.
Kesepakatan untuk mengadopsi aplikasi JAKI (Jakarta Kini) di Provinsi Lampung menandai babak baru digitalisasi pemerintahan berbasis kerja sama antardaerah. Lampung menjadi provinsi pertama di luar Jakarta yang mengintegrasikan layanan publik berbasis teknologi dari provinsi lain, sebuah terobosan di tengah masih minimnya interoperabilitas antarwilayah.
“Ini bukan hanya soal meniru aplikasi. Ini soal mempercepat lompatan pelayanan publik lewat kolaborasi digital. Tidak semua harus dibangun dari nol,” ujar Mirza.
Dalam praktiknya, transformasi digital ini akan menjangkau berbagai layanan seperti pelaporan warga, layanan sosial, pajak daerah, UMKM, hingga bantuan pertanian—semua dalam satu platform yang familiar dan terintegrasi.
Menariknya, Pemprov DKI Jakarta tak hanya menjadi pembeli produk Lampung, tetapi juga berencana ikut berinvestasi di sektor pertanian dan logistik di Lampung melalui badan usaha milik daerah (BUMD). Hal ini membuka peluang baru model desentralisasi ekonomi berbasis investasi horizontal, yang jarang terjadi dalam hubungan antardaerah.
“Kami ingin jadi bagian dari proses hulu ke hilir. Jadi, bukan hanya menerima hasil panen, tapi ikut menanam harapan di Lampung,” ungkap Pramono.
Kerja sama ini menjadi contoh bagaimana semangat “Indonesia Emas 2045” tak harus selalu dimulai dari pusat. Justru, langkah-langkah konkret seperti yang dilakukan Lampung dan Jakarta menunjukkan bahwa daerah mampu merumuskan masa depannya sendiri, asalkan ada kemauan dan kolaborasi nyata.
Dengan potensi menyasar lebih dari 120 ribu petani dan pelaku UMKM di Lampung, serta memperkuat ketahanan pangan bagi 11 juta penduduk Jakarta, sinergi ini juga membuka harapan baru atas model pembangunan yang lebih inklusif dan kolaboratif.
“Kalau semua kepala daerah berpikir kolaboratif seperti ini, kita bisa bangun Indonesia dari pinggiran, tanpa harus saling menunggu,” tutup Gubernur Mirza.***