KRAKATOA.ID, BANDARLAMPUNG — Sidang perdana Gugatan Praperadilan pemohon Dr. Agus Nompitu, S.E. M.T.P., Selasa 19 Maret 2024 digelar.
Tim Penasehat Hukum (PH) pemohon meminta hakim tunggal Pengadilan Negeri (PN) Tanjungkarang menyatakan Penetapan Pemohon sebagai Tersangka oleh Termohon (Kejati Lampung) sebagaimana tertuang dalam Surat Penetapan Tersangka Nomor : Print-11/L.8/Fd/12/2023, tanggal 27 Desember 2023 adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum dan oleh karenanya Penetapan a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Alasannya menurut tim penasehat hukum, penetapan pemohon sebagai tersangka kasus Dugaan Tindak Pidana Korupsi Penyalahgunaan Anggaran Dana Hibah oleh KONI dan Cabang Olahraga Provinsi Lampung Tahun Anggaran 2020 oleh Kejati Lampung, tak didasari dua alat bukti yang cukup. Dimana pemohon bukan pihak yang dapat dimintakan pertanggungjawaban terhadap penggunaan dana/anggaran KONI.
Dengan demikian berdasar keterangan Termohon dihubungkan dengan Fakta hukum dan bukti penetapan Tersangka yang Termohon lakukan maka tentunya Tersangka di perkara a quo seharusnya secara hukum adalah orang yang bertanggungjawab terhadap penggunaan anggaran atau pihak yang mendapat keuntungan atas anggaran tersebut. Di dalam Kepengurusan KONI Provinsi Lampung, Pejabat Pengelola Keuangan Tahun 2020 yaitu : Pengguna Anggaran : Dr. Ir. M. Yusuf Barusman, M.B.A., Kuasa Pengguna Anggaran : Drs. H. Subeno., dan Bendahara Pengeluaran : Ir. Lilyana Ali.
Berikut Isi Lengkap Gugatan Pra Peradilan Pemohon Agus Nompitu.
Bandar Lampung, 06 Maret 2024
Kepada Yang Terhormat :
Ketua Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang
Di—
Bandar Lampung
Hal : PERMOHONAN PRA-PERADILAN
Dengan Hormat,
Kami yang bertandatangan di bawah ini :
CHANDRA MULIAWAN, S.H., M.H.
ANGGIT A. NUGROHO, S.H., M.H.
M. PRABUNATAGAMA, S.H.
KODRI UBAIDILLAH, S.H.
RIAN RIZKY DERMAWAN, S.H.
OKTAN TRIAS PUTRA, S.HI., M.H.
FITRI ROHMADHANITA, S.H.
Seluruhnya Warga Negara Indonesia berprofesi sebagai advokat pada Kantor Hukum CM & Partners, yang beralamat Jl. Dempo Raya No. 7 Segala Mider, Tanjung Karang Barat, Bandar Lampung, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Tertanggal 28 Februari 2024, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama bertindak untuk dan atas nama :
Nama : Dr. Agus Nompitu, S.E., M.T.P.
Tempat/Tanggal Lahir : Tanjung Karang, 31-08-1967
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil (PNS)
Alamat : Jl. Prof. M. Yamin No. 17 LK II, RT 005
Kelurahan Rawa Laut
Kecamatan Enggal
Kota Bandar Lampung
Dalam hal ini memilih domisili hukum pada alamat kuasanya tersebut di atas, untuk selanjutnya disebut sebagai PEMOHON;
Dengan ini PEMOHON mengajukan permohonan pemeriksaan Pra-peradilan (selanjutnya disebut “Permohonan Pra-peradilan”) berkaitan dengan pelanggaran terhadap Prosedur Penetapan Status sebagai Tersangka yang tidak sesuai dengan Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-XI/2013 Jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 Jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-XIII/2015 terhadap :
KEJAKSAAN TINGGI LAMPUNG, beralamat di Jl. Jaksa Agung R. Soeprapto Nomor 226, Talang, Kecamatan Teluk Betung Selatan, Kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung Untuk selanjutnya disebut Termohon.
I. DASAR HUKUM PERMOHONAN PRA-PERADILAN
1. Bahwa landasan filosofis Hukum Acara Pidana bukanlah untuk memproses pelaku tindak pidana, melainkan untuk mengawasi tindakan sewenang-wenang negara dalam hal ini adalah aparat penegak hukum terhadap individu;
2. Bahwa landasan filosofis tersebut didasarkan pada fungsi instrumentasi asas legalitas dalam hukum acara pidana yang mengandung makna bahwa dalam batas-batas yang ditentukan oleh undang-undang, aparat penegak hukum boleh melakukan tindakan terhadap individu yang diduga melakukan tindak pidana dengan tetap merujuk pada due process of law yang berlaku universal;
3. Bahwa disadari ataukah tidak bekerjanya hukum acara pidana, sedikit – banyaknya akan mengekang hak asasi manusia karena seseorang yang dinyatakan sebagai tersangka dapat dilakukan upaya paksa mulai dari penggeledahan, penyitaan, pemblokiran sampai pada penangkapan dan penahanan padahal belum tentu hasil akhir dari proses tersebut akan menyatakan bahwa tersangka bersalah;
4. Bahwa berdasarkan bekerjanya hukum acara pidana yang demikian, sifat dan karakteristik hukum acara pidana selalu berasaskan sifat keresmian dengan merujuk pada tiga postulat mendasar yaitu lex scripta yang berarti hukum acara pidana haruslah tertulis, lex certa yang berarti hukum acara pidana haruslah jelas/tidak ambigu dan lex stricta yang berarti hukum acara pidana harus ditafsirkan secara ketat;
5. Bahwa lahirnya lembaga pra-peradilan terinspirasi oleh prinsip-prinsip yang bersumber dari adanya hak Habeas Corpus Act dalam sistem peradilan Anglo Saxon, yang memberikan jaminan fundamental terhadap hak asasi manusia khususnya hak kemerdekaan. Habeas Corpus Act memberikan hak pada seseorang melalui suatu surat perintah pengadilan menuntut pejabat yang melaksanakan hukum pidana formil tersebut agar tidak melanggar hukum (ilegal) atau tegasnya melaksanakan hukum pidana formil tersebut benar-benar sah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Hal ini untuk menjamin bahwa perampasan ataupun pembatasan kemerdekaan terhadap seorang tersangka atau terdakwa itu benar-benar telah memenuhi ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku maupun jaminan hak-hak asasi manusia.
6. Bahwa pada hakekatnya pranata Pra-peradilan yang diatur dalam Bab X Bagian Kesatu KUHAP dan Bab XII Bagian Kesatu KUHAP dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 merupakan sarana untuk mengawasi secara horizontal terhadap penggunaan wewenang oleh aparat penegak hukum (ic. Penyelidik, Penyidik dan Penuntut Umum), dalam hal wewenang dilaksanakan secara sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum, dengan maksud atau tujuan lain di luar dari yang ditentukan secara tegas dalam KUHAP, maka pengujian atas keabsahan penggunaan wewenang tersebut dilakukan melalui paranata Pra-peradilan, guna menjamin perlindungan terhadap hak asasi setiap warga negara (in casu PEMOHON);
7. Bahwa Lembaga Pra-peradilan sebagai upaya pengawasan penggunaan wewenang guna menjamin perlindungan Hak Asasi Manusia, telah dituangkan secara tegas dalam Konsiderans Menimbang huruf (a) dan (c) KUHAP dengan sendirinya juga menjadi spirit atau ruh atau jiwanya KUHAP, yang berbunyi:
(a) “Bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak asasi manusia serta yang menjamin segala warganegara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”
(c) “Bahwa pembangunan hukum nasional yang demikian itu di bidang hukum acara pidana adalah agar masyarakat menghayati hak dan kewajibannya dan untuk meningkatkan pembinaan sikap para pelaksana penegak hukum sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing ke arah tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban serta kepastian hukum demi terselenggaranya negara hukum sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945.”
Juga ditegaskan kembali dalam Penjelasan Umum KUHAP, tepatnya pada angka 2 paragraf ke-6 yang berbunyi:
“…Pembangunan yang sedemikian itu di bidang hukum acara pidana bertujuan, agar masyarakat dapat menghayati hak dan kewajibannya dan agar dapat dicapai serta ditingkatkan pembinaan sikap para pelaksana penegak hukum sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing kearah tegak mantabnya hukum, keadilan dan perlindungan yang merupakan pengayoman terhadap keluhuran harkat serta martabat manusia, ketertiban dan kepastian hukum demi tegaknya Republik Indonesia sebagai Negara Hukum sesuai dengan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.”
8. Bahwa permohonan yang dapat diajukan dalam pemeriksaan pra-peradilan, selain dari persoalan sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan maupun ganti kerugian dan/atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan (Pasal 77 KUHAP), juga dapat meliputi penetapan tersangka, penggeledahan dan penyitaan sebagaimana tertuang dalam Amar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 yang berbunyi :
1.3 Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan;
1.4 Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan.
9. Bahwa dengan memperhatikan praktek peradilan melalui putusan Pra-peradilan atas penetapan Tersangka tersebut di atas serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Konstitusi dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 21/PUU-XII/2014, tanggal 28 April 2015, yang berbunyi, “Oleh karena penetapan tersangka adalah bagian dari proses penyidikan yang merupakan perampasan terhadap hak asasi manusia maka seharusnya penetapan tersangka oleh penyidik merupakan objek yang dapat dimintakan perlindungan melalui ikhtiar hukum pranata praperadilan. Hal tersebut semata-mata untuk melindungi seseorang dari tindakan sewenang-wenang penyidik yang kemungkinan besar dapat terjadi ketika seseorang ditetapkan sebagai tersangka, padahal dalam prosesnya ternyata ada kekeliruan maka tidak ada pranata lain selain pranata praperadilan yang dapat memeriksa dan memutusnya. Namun demikian, perlindungan terhadap hak tersangka tidak kemudian diartikan bahwa tersangka tersebut tidak bersalah dan tidak menggugurkan dugaan adanya tindak pidana, sehingga tetap dapatdilakukan penyidikan kembali sesuai dengan kaidah hukum yang berlaku secara ideal dan benar. Dimasukkannya keabsahan penetapan tersangka sebagai objek pranata praperadilan adalah agar perlakuan terhadap seseorang dalam proses pidana memperhatikan tersangka sebagai manusia yang mempunyai harkat, martabat, dan kedudukan yang sama di hadapan hukum. Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, menurut Mahkamah, dalil Pemohon mengenai penetapan tersangka menjadi objek yang didalili oleh pranata praperadilan adalah beralasan menurut hukum” (Putusan MK hal 105-106), maka cukup alasan hukumnya bagi PEMOHON untuk menguji keabsahan penetapan PEMOHON sebagai Tersangka melalui Pra-peradilan;
10. Bahwa PEMOHON telah ditetapkan sebagai Tersangka oleh TERMOHON dalam perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Penyalahgunaan Anggaran Dana Hibah yang digunakan oleh KONI dan Cabang Olahraga Provinsi Lampung Tahun Anggaran 2020, Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan atau Pasal 3 Undang-undang Republik Indoneisa Nomor 31 Tahun 1999 Jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP, sebagaimana dalam Surat Penetapan Tersangka Nomor : Print-11/L.8/Fd/12/2023, tertanggal 27 Desember 2023.
11. Bahwa berdasarkan seluruh uraian di atas, sangatlah beralasan dan cukup alasan hukumnya dalam hal Pra-peradilan yang dimohonkan PEMOHON ini diajukan kehadapan hakim, sebab yang dimohonkan oleh PEMOHON untuk diuji oleh pengadilan adalah berubahnya status PEMOHON yang menjadi Tersangka dan akan berakibat hilangnya kebebasan PEMOHON, dilangggarnya hak asasi PEMOHON akibat tindakan TERMOHON yang dilakukan tidak sesuai prosedur yang ditentukan oleh hukum acara pidana dan dilakukan dengan prosedur yang salah dan menyimpang dari ketentuan hukum acara pidana dalam hal ini KUHAP, oleh karenanya Permohonan PEMOHON untuk menguji keabsahan penetapan PEMOHON sebagai Tersangka oleh TERMOHON melalui Pra-peradilan adalah sah menurut hukum.
II. FAKTA HUKUM YANG DIJADIKAN DASAR PERMOHONAN PRA-PERADILAN
1. Bahwa Pemohon menjadi Pengurus KONI Lampung masa Bakti 2019-2023, yang dilantik pada Tanggal 5 September 2019, dimana Pemohon diangkat dalam Jabatan Pengurus sebagai Wakil Ketua Umum III Bidang Perencanaan Program & Anggaran, Mobilisasi Sumber Daya & Usaha Dana sebagaimana Surat Keputusan Ketua Umum KONI Pusat Nomor : 83 Tahun 2019 tentang Pengukuhan Personalia Pengurus KONI Provinsi Lampung Masa Bakti 2019-2023.
2. Bahwa sebagai Pengurus yang baru disahkan dan dilantik pada Bulan September 2019, tidak ikut menyusun dan Tidak mengetahui mengenai Proposal/Rencana Kerja Anggaran (RKA) Pembinaan Prestasi Persiapan/Pelaksanaan Mengikuti PON XX/2020 Single/Multi Event Tingkat Regional/Nasional/Internasional dan Kesekretariatan KONI Provinsi Lampung dalam APBD Tahun Anggaran 2020.
3. Bahwa sebagaimana diketahui Proposal/Rencana Kerja Anggaran (RKA) Pembinaan Prestasi Persiapan/Pelaksanaan Mengikuti PON XX/2020 Single/Multi Event Tingkat Regional/Nasional/Internasional dan Kesekretariatan KONI Provinsi Lampung dalam APBD Tahun Anggaran 2020, telah diajukan oleh Pengurus KONI sebelumnya berdasarkan Surat Ketua Umum KONI Provinsi Lampung Nomor : B.083/KONI-LPG/VI/2019, tanggal 25 Juni 2019 dengan Total Anggaran yang diajukan adalah sebesar Rp. 79.603.500.000,- (tujuh puluh sembilan milyar enam ratus tiga juta lima ratus ribu rupiah).
4. Bahwa kemudian, atas Pengajuan Proposal sebagaimana Surat Ketua Umum KONI Provinsi Lampung Nomor : B.083/KONI-LPG/VI/2019, tanggal 25 Juni 2019, ditindaklanjuti dengan Pembahasan melalui Mekanisme Penganggaran Keuangan Daerah, dan pada Tanggal 30 Desember 2019 ditetapkan Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 18 Tahun 2019 tentang APBD Provinsi Lampung Tahun Anggaran 2020 dan Peraturan Gubernur Lampung Nomor 62 Tahun 2019 Tentang Penjabaran APBD Provinsi Lampung Tahun Anggaran 2020, dimana Anggaran untuk KONI Provinsi Lampung Tahun Anggaran 2020 yang disetujui adalah sebesar Rp. 60.000.000.000,- (enam puluh milyar rupiah).
5. Bahwa terkait dengan adanya Perbedaan Jumlah Anggaran Usulan/Proposal dan Anggaran yang disetujui ini, Pemohon baru mengetahui, karena sepengetahuan Pemohon Anggaran yang diberikan dalam Bentuk Hibah berjumlah 60.000.000.000,- (enam puluh milyar rupiah) sebagaimana Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD).
6. Bahwa informasi adanya Pengusulan awal Hibah tersebut, Jumlahnya baru diketahui Pemohon berdasarkan Informasi yang didapatkan dari Pemberitaan pada saat Termohon sudah melakukan Penyelidikan / Penyidikan, sebagaimana laman berita :
Sumber / Laman Berita Isi Pemberitaan
https://monologis.id/status-korupsi-koni-lampung-naik-ke-penyidikan-yusuf-barusman-masih-bungkam
Tanggal Berita : 12 Januari 2022 …..” Sementara itu, kasus ini bermula saat Kejati Lampung melakukan penyelidikan terhadap dana hibah KONI tahun 2019 ini. Awalnya KONI Lampung mengajukan dana hibah ke Pemerintah Provinsi Lampung sebesar Rp79 miliar.
Namun Pemprov hanya menyetujui sebesar Rp60 miliar saja. Setelah itu, pada 28 Januari 2020 KONI pun menandatangani naskah perjanjian dana hibah itu. Dana itu pun cair secara bertahap.
Tahap pertama dicairkan sebesar Rp29 miliar dan tahap kedua Rp30 miliar. Kejati memantau anggaran Rp29 miliar, lantaran yang Rp30 miliar belum sempat cair akibat pandemi Covid-19.”…..
Tanggal Berita : 21 November 2022.
……..”Heffinur kala itu menyampaikan, pada tahun 2019 KONI Lampung juga pernah mengajukan program kerja dan anggaran hibah Rp79 miliar. Kemudian dari dana Rp79 miliar ini, yang disetujui oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung hanya Rp60 miliar.
“Selanjutnya pada 28 Januari 2020, KONI Lampung menandatangani naskah perjanjian hibah, bahwa mereka menyetujui dana tersebut. Kemudian dana Rp60 miliar ini, pencairannya dibagi dua tahap yakni Rp29 miliar dan Rp30 miliar,” beber Heffinur…………….”
7. Bahwa kemudian, terkait dengan Pemberian Hibah ini, ditindaklanjuti dengan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD), tertanggal 28 Januari 2020, antara Pemerintah Provinsi Lampung dengan KONI Provinsi Lampung Tahun Anggaran 2020 dengan Nomor : 800/222/V.17.01/2020 – Nomor : 03 Tahun 2020, yang ditanda tangani oleh Hannibal, S.H., M.H. dengan Jabatan Kepala Dinas Pemuda dan Oleharaga Provinsi Lampung, selaku Pihak Pertama yang mewakili Pemerintah Provinsi Lampung, dengan Drs. H. Subeno selaku Sekretaris KONI Provinsi Lampung sebagai Pihak Kedua yang mewakili KONI Provinsi Lampung.
8. Bahwa kemudian, atas NPHD tersebut Prof. Dr. Ir. M. Yusuf S. Barusman, MBA (Ketua Umum KONI Lampung) bersama dengan Drs. H. Subeno (Sekretaris Umum), mengajukan Permohonan Pencairan Dana melalui Surat Nomor : B.022/KONI-LPG/II/2020, Perihal : Permohonan Pencairan Dana Hibah KONI Provinsi Lampung Tahap I (Pertama) Tahun Anggaran 2020, tertanggal 12 Februari 2020.
9. Bahwa atas Pencairan Tahap I (Pertama) tersebut sepengetahuan Pemohon, beberapa kegiatan telah dilaksanakan sampai dengan adanya Bencana Non-Alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), yang ditetapkan oleh Presiden sebagai Bencana Nasional pada Tanggal 13 April 2020.
10. Bahwa kemudian, atas Bencana Non-Alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), sebagaimana pula adanya SKB Mendagri dan Menkeu Nomor : 119/2813/SJ dan Nomor : 117/KMK.07/2020 tanggal 9 April 2020 tentang Penyesuaian Target Pendapatan Daerah dan Rasionalisasi Belanja Daerah dimana Refocusing dan Realokasi APBD untuk Kebutuhan mencegah penyebaran Covid-19 memprioritaskan anggaran yang belum digunakan untuk difokuskan pada penanggulangan Wabah Covid-19.
11. Bahwa kemudian, KONI Provinsi Lampung juga telah melakukan Kebijakan melalui Surat Edaran KONI Provinsi Lampung Nomor : 090/KONI/LPG/III/2020 tertanggal 26 Maret 2020 tentang Penghentian sementara waktu Pelaksanaan Program Training Centre Atlet PON XX/2020 Lampung, yang ditandatangani oleh Prof. Dr. Ir. M. Yusuf S. Barusman, MBA selaku Ketua Umum KONI Provinsi Lampung.
12. Bahwa selanjutnya, atas adanya Bencana Non-Alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), pun telah ditindaklanjuti dengan diadakannya Rapat Pimpinan Terbatas KONI Provinsi Lampung secara Virtual pada Tanggal 15 April 2020 tentang Perubahan Penyusunan Program Pembinaan sehubungan dengan adanya Penundaan pelaksanaan PON XX/2020, yang selanjutnya Prof. Dr. Ir. M. Yusuf S. Barusman, MBA (Ketua Umum KONI Provinsi Lampung) melalui Surat Tugas Nomor : ST.027 Tahun 2020 tertanggal 20 April 2020, memberikan Tugas Kepada :
Dr. Agus Nompitu, S.E., M.TP Koordinator
Dr. Frans Nurseto, M.Psi Anggota
Ir. Lilyana Anggota
Prof. Dr. Lindriana Sari, M.S., A.kt Anggota
AKBP. Purn. AM. Harahap Anggota
Drs. Harpain, M.A.T., M.M. Anggota
Boby Irawan, S.E., M.Si. Anggota
Marindo Kurniawan T., S.T., M.M. Anggota
Atas Surat Tugas yang ditandatangani oleh Prof. Dr. Ir. M. Yusuf S. Barusman, MBA selaku Ketua Umum KONI Provinsi Lampung tersebut, nama-nama dalam Surat Tugas a quo melaksanakan Sinkronisasi, Rasionalisasi Perubahan Penyusunan Program Pembinaan dan Refocusing Rencana Kerja Anggaran KONI Provinsi Lampung sehubungan dengan Penundaan PON XX/2020 Papua Tahun 2020.
13. Bahwa kemudian, dalam melaksanakan Tugas yang diberikan Prof. Dr. Ir. M. Yusuf S. Barusman, MBA (Ketua Umum KONI Lampung) sebagaimana Surat Tugas Nomor : ST.027 Tahun 2020 tertanggal 20 April 2020 tersebut diatas, dilaksanakan Rapat pada Tanggal 24 April 2020 yang membahas mengenai Sinkronisasi, Rasionalisasi Perubahan Penyusunan Program Pembinaan dan Refocusing Rencana Kerja Anggaran KONI Provinsi Lampung Tahun 2020, yang tertuang dalam Berita Acara Rapat tertanggal 24 April 2020, yang dihadiri, diketahui dan disetujui bersama oleh Pengurus KONI Provinsi Lampung, serta ditandatangani oleh Prof. Dr. Ir. M. Yusuf Barusman, MBA (Ketua Umum KONI Provinsi Lampung) dan Drs. H. Subeno (Sekretaris Umum KONI Provinsi Lampung)
14. Bahwa selanjutnya, mengenai Perubahan Anggaran yang dimajukan untuk dicairkan oleh KONI Provinsi Lampung kepada Gubernur Provinsi Lampung melalui Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Lampung sebagaimana Surat Nomor: B.022/KONI-LPG/II/2020 Perihal Permohonan Pencairan Dana Hibah KONI Provinsi Lampung Tahap I (Pertama) Tahun Anggaran 2020 dengan lampiran Rencana Kerja Anggaran (RKA) KONI Provinsi Lampung Tahap I (Pertama) tahun anggaran 2020, yang kemudian apabila diketemukan adanya Pergeseran atau Revisi pada Pos Anggaran Dana Hibah, mengacu kepada Ketentuan Pedoman Pengelolaan Dana Hibah untuk Program Keolahragaan di Daerah yang disusun oleh Tim Pokja Pedoman Dana Hibah KONI Pusat, halaman 21 tegas dinyatakan :
Pergeseran atau Revisi pada Pos Anggaran Dana Hibah dapat dilakukan selama masih dalam Satu AKUN atau Mata Anggaran Kegiatan (MAK) dengan tidak merubah NPHD, Hal ini Kemudian, yang dikaitkan dengan Ketentuan Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 77 Tahun 2020 Tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah, pada bagian Penjelasan halaman 37, ditegaskan Klasifikasi APBD menurut Akun dengan Jenis Belanja Hibah merupakan Kewenangan Pengelolaan SKPKD dan/atau SKPD (in casu Dinas Pemuda dan Olahraga), maka dengan demikian perbuatan Perubahan Perencanaan diperkenankan oleh Peraturan Perundang-Undangan.
15. Bahwa pertama kali Pemohon mendapat surat panggilan untuk dimintai keterangan pada tahap penyelidikan sebagaimana dalam surat Permintaan Keterangan Nomor : B-960/L.8.5/Fd.1/09/2021, tertanggal 2 September 2021, kemudian dimintai keterangan pada tahap penyidikan sebagaimana dalam Surat Nomor : B.3157/L.8.5/Fd.1/01/2022, tertanggal 10 Januari 2022, Perihal Bantuan Pemanggilan Kepada Ketua Umum KONI (dengan nama-nama terlampir), dimana salah satunya adalah diri Pemohon.
16. Bahwa perkara a quo berjalan sejak tahun 2021 sampai saat ini Tahun 2024.
17. Bahwa Termohon dalam menangani perkara KONI a quo telah meminta kepada BPKP Perwakilan Provinsi Lampung untuk melakukan Audit Kerugian Keuangan Negara, tetapi antara BPKP dengan Pihak Termohon belum Satu Pandangan sehingga Termohon menganggap BPKP Perwakilan Provinsi Lampung terlalu lama, kemudian Termohon menarik kembali permohonanya dan meminta kepada auditor swasta (Akuntan Publik) untuk mengaudit anggaran KONI.
18. Bahwa Kemudian KONI Lampung secara Kelembagaan/Institusional telah mengembalikan potensi Kerugian Keuangan Negara sejumlah Rp. 2.560.382.500,- (dua milyar lima ratus enam puluh juta tiga ratus delapan puluh dua ribu lima ratus rupiah) ke Kas Negara / Daerah pada Tanggal 21 Desember 2022, yang kemudian terdapat kekurangan sebesar Rp. 10.150.000,- (sepuluh juga seratus lima puluh ribu rupiah) dan telah disetorkan Kembali kepada Kas Negara / Daerah pada Tanggal 23 Desember 2022.
19. Bahwa kemudian Termohon Menetapkan Pemohon sebagai Tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor : Print-11/L.8/Fd/12/2023, tertanggal 27 Desember 2023.
20. Bahwa kemudian berdasarkan Fakta dan Kronologis tersebut, akan Pemohon Hubungkan dengan Proses Penetapan Tersangka oleh Termohon dan Kecukupan 2 Alat Bukti yang sah yang menunjukkan bahwa Pemohon adalah Pihak yang tidak tepat dan tidak benar untuk dimintakan pertanggungjawaban datas Dugaan Tindak Pidana Korupsi a quo.
III. POKOK POKOK PERMOHONAN PRA-PERADILAN
A. TERMOHON DALAM MENETAPKAN PEMOHON SEBAGAI TERSANGKA TIDAK DIDASARI DENGAN PROSES PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN SEBAGAIMANA KETENTUAN KUHAP dan PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 21/PUU-XII/2014.
1. Bahwa sebagaimana Konsideran-Konsideran dalam Surat-Surat Termohon yang Pemohon Terima dari Termohon terkait dengan proses hukum terhadap diri Pemohon, diantaranya :
a. Surat Nomor : B – 608 / L.8.5 / Fd / 12 / 2023, Perihal : Panggilan Pemeriksaan Saksi, tertanggal 22 Desember 2023.
b. Surat Penetapan Tersangka, Nomor : Print – 11 / L.8 / Fd / 12 / 2023, tertanggal 27 Desember 2023.
c. Surat Nomor : B-6100 / L.8.5 / Fd 12 / 2023, Perihal : Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Penyalahgunaan Anggaran Dana Hibah yang dipergunakan oleh KONI dan Cabang Olahraga Provinsi Lampung Tahun Anggaran 2020 atas Nama Tersangka Dr. Agus Nompitu, S.E., M.T.P. Bin Malawi, Kepada : Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, tertanggal 27 Desember 2023.
d. Surat Perintah Penyidikan Nomor : Print – 07 / L.8 / Fd / 12 / 2023, tertanggal 27 Desember 2023.
Diketahui bahwa Rangkaian Proses Penyidikan telah dimulai pada Tanggal 12 Januari 2022 dengan Dasar Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Lampung Nomor : Print-01/L.8/Fd.1/01/2022, tertanggal 12 Januari 2022 dan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Lampung Nomor : Print-01.a/L.8/Fd.1/09/2023, tertanggal 26 September 2023.
2. Bahwa dalam Rangkaian Proses Penyidikan tersebut, Pemohon telah dimintakan Keterangan sebagai Saksi, dan untuk terakhir kali sebagaimana dimaksud dalam Surat Nomor : B – 608 / L.8.5 / Fd / 12 / 2023, Perihal : Panggilan Pemeriksaan Saksi, tertanggal 22 Desember 2023, akan tetapi atas Panggilan tersebut Pemohon berhalangan Hadir dikarenakan ada Kegiatan Kedinasan yang telah diagendakan sebelumnya dan tidak dapat ditinggalkan. Atas hal ini Pemohon telah sampaikan secara Tertulis melalui Surat tertanggal 26 Desember 2023.
3. Bahwa atas Dasar Surat Pemanggilan Pemohon Surat Nomor : B – 608 / L.8.5 / Fd / 12 / 2023, Perihal : Panggilan Pemeriksaan Saksi, tertanggal 22 Desember 2023, diketahui bahwa Status Pemohon pada Tanggal 22 Desember 2023 masih sebagai Saksi.
4. Bahwa kemudian Termohon mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor : Print – 07 / L.8 / Fd / 12 / 2023, tertanggal 27 Desember 2023, yang didalam surat Perintah Penyidikan tersebut memuat keterangan bahwasanya Pemohon Telah ditetapkan sebagai Tersangka Pada Tanggal 05 Desember 2023.
5. Bahwa hal ini juga diterangkan oleh Termohon dalam Surat Nomor : B-6100 / L.8.5 / Fd 12 / 2023, Perihal : Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Penyalahgunaan Anggaran Dana Hibah yang dipergunakan oleh KONI dan Cabang Olahraga Provinsi Lampung Tahun Anggaran 2020 atas Nama Tersangka Dr. Agus Nompitu, S.E., M.T.P. Bin Malawi, Kepada : Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, tertanggal 27 Desember 2023, YANG MENYATAKAN TELAH MENETAPKAN TERSANGKA PADA TANGGAL 05 DESEMBER 2023, sebagaimana dimaksud dalam Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Lampung Nomor : Print-07/L.8/Fd/12/2023, tanggal 05 Desember 2023 serta mempertimbangkan Surat Penetapan Tersangka Kepala Kejaksaan Tinggi Lampung Nomor : Print-11/L.8/Fd/12/2023, tanggal 05 Desember.
6. Bahwa dilain surat yang Termohon keluarkan sebagaimana dalam Surat Penetapan Tersangka Nomor : Print-11/L.8/Fd/12/2023, tertanggal 27 Desember 2023, Termohon menetapkan Pemohon sebagai Tersangka Pada Tanggal 27 Desember 2023.
7. Bahwa atas Fakta Hukum tersebut, Perbuatan Termohon yang telah menetapkan Pemohon sebanyak 2 (kali) sebagai Tersangka pada, yaitu pada Tanggal 05 Desember 2023 dan Pada Tanggal 27 Desember 2023 tentu menimbulkan konsekuensi hukum yang berbeda terhadap jalannya Penyidikan Perkara dimana Pemohon telah ditetapkan sebagai Tersangka.
8. Bahwa “jikapun”, Termohon mencabut Status Tersangka Pemohon yang telah ditetapkan pada Tanggal 05 Desember 2023, dan menetapkan Kembali Pemohon sebagai Tersangka Pada Tanggal 27 Desember 2023, maka terlebih dahulu Termohon Haruslah terlebih dahulu menetapkan Penghentian Penyidikan an. Pemohon, dan memberikan Surat Perintah Penghentian Penyidikan atau Surat Perintah melaksanakan tindakan lain, kepada Pemohon sebagaimana Tegas diatur dalam Ketentuan Pasal 327 ayat 1 jo. Pasal 330 ayat 1 Peraturan Jaksa Agung Nomor PER-039/A/JA/10/2010 tentang Tata Kelola Administrasi dan Teknis Penanganan Perkara Tindak Pidana Khusus.
9. Bahwa selanjutnya, apabila / jikapun Termohon dapat menunjukkan adanya Penghentian Penyidikan Kepada Termohon dan Telah memberikan Surat Penghentian tersebut kepada Pemohon sebagaimana Kewajiban Termohon dalam Ketentuan Pasal 330 ayat 1 Peraturan Jaksa Agung Nomor PER-039/A/JA/10/2010 tentang Tata Kelola Administrasi dan Teknis Penanganan Perkara Tindak Pidana Khusus, maka diketahui pula Penetapan Pemohon sebagai Tersangka sebagaimana dimaksud dalam Surat Penetapan Tersangka Nomor : Print – 11 / L.8 / Fd / 12 / 2023, tertanggal 27 Desember 2023, yang diketahui ditetapkan oleh Termohon dalam Jangka Waktu 1 (satu) hari bersamaan dengan adanya Laporan Hasil Perkembangan Penyidikan tanggal 27 Desember 2023 dan juga Berita Acara Ekpose Tanggal 27 Desember 2023. Hal ini adalah tidak sesuai, bertentangan dan melawan hukum sebagaimana mengacu kepada Proses Penetapan Tersangka yang diatur dalam ketentuan Pasal 334 ayat 1 Peraturan Jaksa Agung Nomor PER-039/A/JA/10/2010, yang mewajibkan Termohon terlebih dahulu memintakan Petunjuk kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus terhadap Hasil Ekpose, akan tetapi hal ini pada waktu dan hari yang bersamaan Termohon langsung menetapkan Pemohon sebagai Tersangka.
10. Bahwa Kewajiban untuk meminta Petunjuk kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus terhadap Hasil Ekpose oleh Termohon ini wajib dilakukan oleh Termohon, dan barulah kemudian Termohon dapat menetapkan Tersangka (in casu terhadap diri Pemohon), sebagaimana tegas dinyatakan pula dalam Ketentuan Pasal 335 ayat 4, yaitu :
4) Kepala Kejaksaan Tinggi pada hari diterimanya petunjuk Jaksa Agung Republik Indonesia memerintahkan Asisten Tindak Pidana Khusus melaksanakan mekanisme dimaksud Pasal 331 sampai dengan Pasal 333, apabila petunjuk Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus untuk menetapkan tersangka dan memperpanjang waktu penyidikan.
11. Bahwa juga, atas Penetapan Tersangka pada Tanggal 27 Desember 2023, yang didasarkan pada Laporan Hasil Penyidikan dan Ekposes pada Tanggal yang sama tersebut, bertentangan dengan Ketentuan Peraturan Jaksa Agung Nomor PER-039/A/JA/10/2010 tentang Tata Kelola Administrasi dan Teknis Penanganan Perkara Tindak Pidana Khusus sebagaimana telah diubah berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor PER-017/A/JA/07/2014 tentang Perubahan atas Peraturan Jaksa Agung Nomor PER-039/A/JA/10/2010 tentang Tata Kelola Administrasi dan Teknis Penanganan Perkara Tindak Pidana Khusus, dimana berdasarkan Ketentuan Pasal 311 ayat 1 huruf b dinyatakan :
Pengambilan keputusan atas laporan hasil penyidikan dilakukan Kepala Kejaksaan Tinggi dengan cara :
b. mengambil keputusan setelah Tim Penyidikan melaksanakan ekspose atas hasil/perkembangan penyidikan.
12. Bahwa kemudian, Tahapan selanjutnya berdasarkan Ketentuan Pasal 311 ayat 4 Pimpinan ekspose menunjuk salah satu pengkaji/penelaah untuk membuat laporan hasil ekspose, yang kemudian berdasarkan ketentuan Pasal 321 dinyatakan :
1) Pengkaji/Penelaah yang ditunjuk sebagaimana dimaksud Pasal 311 ayat (4) untuk paling lama 1 (satu) hari setelah dilaksanakan ekspose menyerahkan pendapatnya atas pelaksanaan ekspose dalam bentuk nota dinas kepada Kepala Kejaksaan Tinggi.
2) Kepala Kejaksaan Tinggi dalam waktu paling lama 6 (enam) hari setelah menerima pendapat Pengkaji/Penelaah sebagaimana dimaksud ayat (1) dan mempertimbangkan laporan penyidikan, saran pendapat Asisten Tindak Pidana Khusus atas laporan penyidikan, memutuskan tindak lanjut penyidikan.
13. Bahwa kemudian, pada Faktanya keseluruhan Rangkaian dalam mengambil Keputusan oleh Termohon tersebut dilakukan pada hari yang sama dengan Penetapan Pemohon sebagai Tersangka, yaitu pada Tanggal 27 Desember 2023, maka menjadi pertanyaan besar bagaimana mungkin seluruh rangkaian Proses Penetapan Tersangka tersebut dilakukan dalam Jangka Waktu 1 (satu) hari secara bersamaan.
14. Bahwa konsekuensi tersebut adalah terhadap prosedur penanganan Perkara a quo harus memulai dari awal yaitu Penyelidikan kembali kemudian Penyidikan barulah proses penetapan Tersangka dan bila mencermati fakta hukum setelah tanggal 5 desember 2023 tidak ada kegiatan Penyelidikan dengan sprinlidik baru atau kegiatan Penyidikan dengan sprindik baru, hal ini tentunya menjadikan penetapan Tersangka tidak procedural dan batal demi hukum.
15. Maka dengan tidak dilaksanakannya Kewajiban Termohon tersebut, haruslah Penetapan Tersangka kepada Diri Pemohon dinyatakan Melawan Hukum dan kemudian dinyatakan Tidak Sah.
16. Bahwa kemudian, atas dasar Penetapan Pemohon sebagai Tersangka oleh Termohon, sebagaimana berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor : Print – 07 / L.8 / Fd / 12 / 2023, tertanggal 27 Desember 2023, dilakukan Proses Penyidikan Khusus kepada Pemohon, sebagaimana diketahui pula melalui SPDP sebagaimana dimaksud dalam Surat Nomor : B-6100 / L.8.5 / Fd 12 / 2023, Perihal : Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Penyalahgunaan Anggaran Dana Hibah yang dipergunakan oleh KONI dan Cabang Olahraga Provinsi Lampung Tahun Anggaran 2020 atas Nama Tersangka Dr. Agus Nompitu, S.E., M.T.P. Bin Malawi, Kepada : Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, tertanggal 27 Desember 2023, diketahui Termohon telah ditetapkan sebagai Tersangka pada Tanggal 05 Desember 2023.
17. Bahwa seharusnya Termohon setelah mengeluarkan Sprindik Khusus yang dijadikan dasar penetapan Tersangka terhadap diri Pemohon harusnya Termohon setelah tanggal 27 Desember 2023 atau setelah dikeluarkan sprindik Khusus tersebut Termohon memanggil kembali Pemohon sebagai saksi karena pemohon adalah calon Tersangka dalam Surat Perintah Penyidikan Nomor : Print – 07 / L.8 / Fd / 12 / 2023, tertanggal 27 Desember 2023 hal ini adalah sebagaimana dalam ketentuan Putusan Mahkmah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014.
18. Bahwa Faktanya setelah Termohon mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor : Print – 07 / L.8 / Fd / 12 / 2023, tertanggal 27 Desember 2023, Termohon tidak pernah memanggil Pemohon sebagai Saksi dalam kapasitasnya sebagai calon Tersangka (Vide Putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014), Maka oleh karenanya secara hukum Penetapan Tersangka oleh Termohon terhdap diri Pemohon tidak sah dan tidak berdasar ketentuan hukum yang berlaku.
B.PENETAPAN TERSANGKA PEMOHON OLEH TERMOHON TIDAK DIDASARI OLEH 2 (Dua) ALAT BUKTI YANG CUKUP (Vide Pasal 184 KUHAP).
1) BAHWA PEMOHON BUKAN PIHAK YANG DAPAT DIMINTAKAN PERTANGGUNGJAWABAN TERHDAP PENGGUNAAN DANA/ ANGGARAN KONI
1. Bahwa Pemohon ditetapkan Oleh Termohon sebagai Tersangka atas Dugaan melakukan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP (Vide Surat Perintah Penyidikan dan Surat penatapan Tersangka).
2. Bahwa kaitan substasi dugaan tindak Pidana Korupsi sebagaimana Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah tentunya terkait pengguganaan anggaran Negara in casu anggaran KONI propinsi Lampung Tahun anggaran 2020 dan berdasar keterangan Termohon perkara KONI terdapat dugaan Penyimpangan Penggunaan Anggaran KONI Provinsi Lampung Tahun Anggaran 2020, yang Termohon nyatakan adalah mengenai hal-hal (1), Pemberian Insentif satuan tugas (Satgas) KONI Lampung, dan; (2) Anggaran terkait dana training center yang berkaitan dengan jasa katering dan penginapan.
3. Bahwa berdasar keterangan Termohon dihubungkan dengan Fakta hukum dan bukti penetapan Tersangka yang Termohon lakukan maka tentunya Tersangka dalam perkara a quo seharusnya secara hukum adalah orang yang bertanggungjawab terhadap penggunaan anggaran atau pihak yang mendapat keuntungan atas anggaran tersebut.
4. Bahwa dalam Kepengurusan KONI Provinsi Lampung, Pejabat Pengelola Keuangan Tahun 2020 yaitu : (a) Pengguna Anggaran : Dr. Ir. M. Yusuf Barusman, M.B.A., (b) Kuasa Pengguna Anggaran : Drs. H. Subeno., (c) Bendahara Pengeluaran : Ir. Lilyana Ali.
5. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 14 KUHAP, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia telah memberikan putusannya sebagaimana yang terdapat didalam Putusan Nomor 21/PUU – XII/2014 tanggal 28 April 2015 dengan amar yang berbunyi:
Frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana […] bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai bahwa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”,dan “bukti yang cukup” adalah minimal dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
Frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” adalah minimal dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
6. Bahwa berdasarkan amar Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 21/PUU – XII/2014 tanggal 28 April 2015, maka norma Pasal 1 angka 14 KUHAP harus dimaknai : “Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan “minimal dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184” patut diduga sebagai pelaku tindak pidana”; Bahwa bila mendasarkan pada putusan Mahkamah Konstitusi 21/PUU – XII/2014 tanggal 28 April 2015 dalam menetapkan Tersangka ditingkat penyidikan haruslah mendasarkan pada pasal 184 KUHAP artinya bukti nya haruslah minimal 2 (dua) alat bukti yang terang dan jelas menunjukan kesalahan Tersangka sebagaimana pututusan pengadilan.
7. Bahwa dalam perkara yang menimpa Pemohon ini Termohon dalam menetapkan Pemohon sebagai Tersangka tidak didukung oleh 2 (dua) alat bukti sebagaimana dalam ketentuan pasal 184 KUHAP yaitu : keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa, dua alat bukti yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 184 KUHAP adalah alat bukti yang menunjukan kesalahan dari Tersangka, bila itu alat bukti surat maka hal surat tersebut haruslah membuktikan adanya tindakan Tersangka yang melawan hukum yang menimbulkan kerugian keuangan negara, apabila ada bukti ahli maka ahli tersebut adalah ahli yang dapat membuktikan kesalahan Tersanga dalam pengunana anggaran, tidak bisa hanya karena Termohon sudah memeriksa saksi, memeriksa ahli dan melakukan audit maka sudah dapat dikatakan memperoleh bukti yang cukup, saksi, ahli dan audit haruslah dapat membuktikan kesalahan Tersangka, itulah makna yang dimaksud dalam putusan MK nomor 21/PUU – XII/2014 tanggal 28 April 2015.
8. Bahwa bila mengacu pada Penggunaan Anggaran, KONI Provinsi Lampung berdasarkan Keputusan Sekretaris Umum sebagai Kuasa Pengguna Anggaran, telah menunjuk dan mengangkat :
No Keputusan Tanggal Pejabat
1. Surat Keputusan Nomor: 10 Tahun 2020 tentang Penunjukan Pejabat Pengadaan Barang dan Jasa KONI Provinsi Lampung Pimpinan Komite Olahraga Nasional Indonesia Provinsi Lampung. 13 Januari 2020 Dalam SK tersebut menunjuk SALGIO sebagai pejabat pengadaan barang dan jasa KONI Provinsi Lampung, yang di tanda tangani oleh Sekretaris Umum Drs. H. Subeno Atas nama Ketua Umum.
2. Surat Keputusan Nomor 11 Tahun 2019 tentang Pejabat Pemeriksa Hasil Pekerjaan KONI Provinsi Lampung Pimpinan Komite Olahraga Nasional Indonesia Provinsi Lampung. 13 Januari 2020 Dalam SK Tersebut menunjuk Drs. Harpain, M.AT., MM. sebagai Pejabat Pemeriksa Hasil Pekerjaan KONI Provinsi Lampung, yang ditanda tangani oleh sekretaris umum Drs. H. Subeno Atas nama Ketua Umum.
3. Surat Keputusan Nomor: 12 Tahun 2020 Tentang Penunjukan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan barang dan jasa KONI Provinsi Lampung Pimpinan Komite Olahraga Nasional Indonesia Provinsi Lampung. 13 Januari 2020 Dalam SK Tersbut Menunjuk Arie Cornelia, S.T., M.T Sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Barang Dan Jasa KONI Provinsi Lampung, yang di tanda tangani Oleh Sekretaris Umum Drs. H. Subeno. Atas nama Ketua Umum
4. Surat Keputusan Nomor: 13 Tahun 2020 tentang Panitia Pengadaan Barang dan Jasa KONI Provinsi Lampung Pimpinan Komite Olahraga Nasional Indonesia Provinsi Lampung. 13 Januari 2020 Dalam SK Tersebut menetapkan Panitia Pengadaan Barang dan Jasa KONI Provinsi Lampung, dengan menetapkan
Ketua: Ir. Indra Wijaya
Skeretaris: Anna Juwitha, SE
Anggota:
1. Marvin Perangin-angin SE
2. Nina Apriana Tanjung, SE
2. Adi Susanto,
yang di tanda tangani oleh Sekretaris Umum Drs. H. Subeno. Atas nama Ketua Umum.
5 Surat Keputusan Nomor : 14 Tahun 2020 tentang Panitia Pemeriksa Hasil Pekerjaan KONI Provinsi Lampung Pimpinan Komite Olahraga Nasional Indonesia Provinsi Lampung.
13 Januari 2020 Dalam SK tersebut menetapkan Panitia Pemeriksa Hasil Pekerjaan KONI Provinsi Lampung, dengan menetapkan
Ketua: Zuli Aprianto
Anggota:
1. Ahmad Saripudin
2. Aztin Olivia, SE
yang di tanda tangani oleh Sekretaris Umum Drs. H. Subeno. Atas nama Ketua Umum.
6. Surat Keputusan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Panitia Penerima/Penyimpanan Barang (P2B) KONI Provinsi Lampung Pimpinan Komite Olahraga Nasional Indonesia Provinsi Lampung.
13 Januari 2020 Dalam SK tersebut menetapkan Panitia penerima/penyimpan barang (P2B) KONI Provinsi Lampung,
Ketua: Suparjo
Anggota:
1. M. Ismail
2. Aminudin
3. Ferly Romie
4. Dwi Destiva Herawati
yang ditanda tangani oleh Sekretaris Umum Drs. H. Subeno. Atas nama Ketua Umum
Bahwa berdasarkan bukti-bukti tersebut Maka terhadap penggunaan dan pengeluaran anggaran yang berhubungan dengan Belanja Barang atau Jasa di KONI Provinsi Lampung, bukanlah kewenangan pemohon sehingga Pemohon tidak dapat dimintakan pertangungjawaban secara hukum atas penggunaan anggaran KONI sehingga secara hukum tidak terdapat 2 (dua) alat bukti yang cukup untuk membuktikan Pemohon bersalah dalam penggunaan anggaran KONI Provinsi Lampung TA 2020 yang di sidik oleh Termohon.
9. Bahwa sebagaimana keterangan dari TERMOHON bahwasannya telah melakukan audit Kerugian Negara dengan menunjuk Kantor Akuntan Publik Drs. Chaeroni & Rekan untuk melakukan audit kerugian keuangan negara anggaran KONI TA 2020, dan menurut Kantor Akuntan Publik Drs. Chaeroni & Rekan, terdapat Kerugian Negara sebesar Rp. 2.570.532.500,- (dua milyar lima ratus tujuh puluh juta lima ratus tiga puluh dua ribu lima ratus rupiah), yang mana kerugian keuangan negara tersebut KONI Propinsi Lampung secara organisasi telah mengembalikan Kerugian Keuangan Negara tersebut ke Kas Daerah Provinsi Lampung.
10. Bahwa bila mencermati hasil audit kerugian Keuangan Negara yang telah dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik Drs. Chaeroni & Rekan dalam menyatakan kerugian keuangan negara pada anggaran KONI Provinsi Lampung Tahun Anggaran 2020 Bukan disebabkan atas Tindakan dari Pemohon hal ini selaras dengan tupoksi PEMOHON dalam penggunaan anggaran KONI bukanlah pihak yang berwenang atau bertanggungjawab atas penggunaan anggaran, dan disebutkan pula secara tegas bahwa Pejabat Pengelola Keuangan Tahun 2020 yaitu : (a) Pengguna Anggaran : Dr. Ir. M. Yusuf Barusman, M.B.A., (b) Kuasa Pengguna Anggaran : Drs. H. Subeno., (c) Bendahara Pengeluaran : Ir. Lilyana Ali, dan kemudian telah pula diangkat Pejabat Pengadaan Barang dan Jasa, pejabat pemeriksa hasil pekerjaan, pejabat pembuat komitmen (PPK) barang dan jasa, Panitia Pengadaan Barang dan Jasa, panitia pemeriksa hasil pekerjaan, dan Panitia penerima/penyimpan barang (P2B).
11. Bahwa berdasarkan hasil audit kerugian Keuangan Negara yang telah dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik Drs. Chaeroni & Rekan dan Tugas, Tanggungjawab dan kewenangan yang dimiliki Pemohon tidak sama sekali terkait penggunaan angaran sehingga jalas dan terang tidak ada 2 (dua) alat bukti yang cukup dalam menetapkan Pemohon sebagai Tersangka oleh Termohon.
12. Bahwa dengan demikian jelas dan terang Termohon dalam menetapkan Pemohon sebagai Tersangka Tidak berdasar 2 (dua) alat bukti yang cukup sebagaimana ketentuan KUHAP Jo Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU – XII/2014 tanggal 28 April 2015.
2) BAHWA TERMOHON DALAM MEMBUKTIKAN ADANYA KERUGIAN KEUANGAN NEGARA TIDAK BERDASAR UNDANG-UNDANG
1. Bahwa Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang Republik Indoneisa Nomor 31 Tahun 1999 Jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi a quo merupakan Pasal yang khusus dikenakan terhadap Peristiwa Tindak Pidana Korupsi yang terdapat kerugian Keuangan Negara dengan kata lain kedua pasal tersebut yaitu Pasal 2 dan pasal 3 UUTPK a quo mensyaratkan sesorang atau badan hukum dapat dikenakan / disangkakan melanggar ketentuan Pasal 2 dan Pasal 3 a quo haruslah perbuatan tersebut menimbulkan kerugian keuangan Negara, adanya kerugian keuangan Negara adalah mutlak sifatnya dan tidak dapat dikesampingkan karena ruh/nyawa atau esensi dari rumusan ketentuan Pasal 2 dan Pasal 3 a quo adalah perbuatan yang disangkakan haruslah ada kerugian keuangan negara.
2. Bahwa terkait dengan unsur harus ada kerugian keuangan Negara yang nyata dan pasti jumlahnya Mahkamah Konstitusi berpendapat secara jelas dan tegas dalam putusanya Nomor 5/PUU-XIV/2016 menyebutkan “ Bahwa penerapan unsur merugikan keuangan dengan menggunakan konsepsi actual loss menurut Mahkamah lebih memberikan kepastian hukum yang adil dan bersesuaian dengan upaya sinkronisasi dan harmonisasi instrumen hukum nasional dan internasional, seperti dengan UU Administrasi Pemerintahan sebagaimana diuraikan dalam paragraf [3.10.2] dan paragraf [3.10.3] di atas, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (UU Perbendaharaan Negara) dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (UU BPK) serta Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003 (United Nation Convention Against Corruption, 2003) yang telah diratifikasi Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006. Pasal 1 angka 22 UU Perbendaharaan Negara dan Pasal 1 angka 15 UU BPK mendefiniskan, “Kerugian Negara/Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai”. Berdasarkan ketentuan tersebut konsepsi kerugian negara yang dianut adalah konsepsi kerugian negara dalam arti delik materiil, yakni suatu perbuatan dapat dikatakan merugikan keuangan negara dengan syarat harus adanya kerugian negara yang benar-benar nyata atau aktual. Konsepsi tersebut sebenarnya sama dengan penjelasan kalimat “secara nyata telah ada kerugian negara”.
3. Bahwa menurut UUD 1945 Pasal 23E ayat (1) “Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri ”. Artinya badan yang berwenang memeriksa pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara adalah BPK yang bebas dan mandiri, Kemudian ketentuan konstitusi ini dinormativisasi ke dalam berbagai peraturan perundang-undangan, yakni Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung-jawab Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan dan Peraturan Badan PemeriksaKeuangan Negara Nomor1 Tahun 2008 tentang Penggunaan Pemeriksa dan/atau Tenaga Ahli dari Luar BPK; Bahwa menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, Pasal 1 angka 1,
”BPK adalah lembaga negara yang bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung-jawab keuangannegara sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945,” kemudian pernyataan ini dipertegas kembali pada Pasal 6 ayat (1) dinyatakan “BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung-jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum,Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara, akhirnya Pasal 10 ayat (1) menyatakan, ” BPK berwenang menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang dilakukan oleh bendahara, pengelola BUMN/BUMD, dan lembaga atau badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara” Bahwa Badan yang berwenang memberikan penilaian, menetapkan dan memutuskan adanya kerugian keuangan negara adalah Badan Pengawas Keuangan (BPK), Hal ini ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK, Pasal 10 ayat (2); menyatakan:“Penilaian kerugian keuangan negara dan/atau penetapan pihak yang berkewajiban membayar ganti kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan BPK”.
4. Bahwa dalam Putusan MK Nomor 31 /PUU-X/2016 Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (selanjutnya disebut UU BPK) yang menyatakan : “BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negaralainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelolakeuangan negara.”(videPasal 6 ayat (1) UU BPK).
5. Bahwa dalam menentukan adanya kerugian keuangan Negara sebagaimana dalam rumusan Pasal 2 dan Pasal 3 a quo Mahkamah Agung Republik Indonesia khusus membuat aturan yang berlaku dinternal para hakim agung, Hakim Banding dan Hakim Tingkat Pertama, terkait perhitungan kerugian keuangan negara dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi agar para Hakim Agung dan Hakim Judex Facti (Hakim Tingkat Pertama dan Banding) berpandangan sama dalam menilai sutau bukti yang membuktikan adanya kerugian keuangan negara dalam perkara Tindak Pidana Korupsi, maka Mahkamah Agung mengeluarkan Surat Edaran MA (sema) No.4 tahun 2016 yang dalam poin (6) menyatakan “instansi yang berwenang menyatakan ada tidaknya kerugian keuangan negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan yang memiliki Kewenangan Konstitusional, sedangkan instansi lainnya seperti badan pengawas keuangan dan pembangunan/inspektorat/satuan kerja perangkat daerah tetap berwenang melakukan pemeriksaan dan audit pengelolaan keuangan negara, namun tidak berwenang menyatakan atau men-declare adanya kerugian keuangan negara”.
6. Bahwa dihubungkan dengan fakta hukum dalam penanganan perkara Penggunaan anggaran KONI Provinsi Lampung TA 2020 dimana Pemohon telah ditetapkan Tersangka oleh Termohon, dalam perjalanan penyidikannya Termohon telah meminta kepada BPKP Provinsi Lampung dan BPK RI untuk melakukan audit kerugian keuangan Negara setelah BPKP melakukan audit diakhir audit Termohon mencabut permintaan audit kerugian keuangan negara tersebut dan memindahkan permohonan audit kepada akuntan publik yang notabene adalah audit swasta untuk melakukan audit kerugian keuangan negara, pertanyaanya kenapa Termohon tidak mau menunggu hasil audit BPKP atau tidak meminta kepada BPK RI untuk melakukan audit kerugian keuangan negara seperti kasus-kasus lain yang ditangani oleh Termohon hal ini menjadi tanya-tanya bagi Pemohon.
7. Bahwa untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka seharusnya Termohon sangat hati-hati sekali, cermat dan melihat dari seluruh aspek yuridis jangan tergesa-gesa dan memaksakan, audit kerugian keuangan negara merupakan bukti utama untuk memproses hukum perkara dengan ketentuan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, karena unsur pokoknya adalah adanya kerugian keuangan negara tanpa adanya kerugian keuangan negarab perkara Pasal 2 dan Pasal 3 UUPTPK tidak akan bisa di proses, maka oleh karenanya kenapa Termohon malah mempercayakan auditor swasta untuk mengaudit bukan auditor negara yang secara konstitusi dan Undang-Undang ditugaskan untuk melakukan audit kerugian keuangan negara.
8. Bahwa dalam perkara dimana PEMOHON ditetapkan sebagai Tersangka oleh Termohon untuk membuktikan adanya kerugian keuangan negara Termohon menggunakan dasar audit dari Kantor Akuntan Publik Drs. Chaeroni & Rekan yang tentu menurut kami independensinya diragukan karena auditior ditunjuk dan tentunya dibayar oleh Termohon serta berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan, Putusan MK bahkan berdasar Konstitusi kita UUD 1945 akuntan public bukan Lembaga yang diperbolehkan melakukan audit kerugian keuangan negara akan tetapi secara Konstitusi, Undang-undang, dan Putusan MK yang berwenang adalah BPK RI, dengan demikian tentunya dasar audit dari Kantor Akuntan Publik Drs. Chaeroni & Rekan tidaklah dapat dijadikan bukti oleh Termohon dalam membuktikan adanya kerugian keuangan negara dalam perkara yang Pemohon ditetapkan sebagai Tersangka sebagai obyek praperadilan ini.
9. Bahwa kemudian, apabila Hasil Audit dari Akuntan Publik Drs. Chaeroni & Rekan, dijadikan salah satu dasar/alat bukti dalam menetapkan Pemohon sebagai tersangka, sifatnya secara hukum itu sebagai pembuktian bebas atau vrij bewijskracht. Maka sebagai Alat Bukti yang bersifat bebas, tidaklah bersifat absolut, sementara dalam Karekteristik Tindak Pidana Korupsi yang berhubungan dengan Kerugian Negara itu sebagaimana Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/PUU-XIV/2016 menyebutkan yang mensyaratkan “secara nyata telah ada kerugian negara”. Hal ini juga berhubungan erat dengan Kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang mengenai Penghitungan dan Pernyataan adanya Kerugian Negara yang hanya dapat dilakukan oleh BPK dan BPKP. Sebagaimana Sangkaan yang dinyatakan Termohon kepada diri Pemohon yang diduga telah melanggar Ketentuan Pasal Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
10. Bahwa karena dasar audit dari Kantor Akuntan Publik Drs. Chaeroni & Rekan yang membuktikan adanya kerugian keuangan negara adalah audit yang tidak sah secara hukum karena Akuntan Publik bukan Institusi/Lembaga yang diberi Kewenangan oleh Undang-Undang/Peraturan untuk menghitung dan menentukan besarnya Kerugian Keuangan Negara dalam Tindak Pidana Korupsi, maka jelas dan terang secara hukum audit kerugian keuangan negara dari Kantor Akuntan Publik Drs. Chaeroni & Rekan tidak dapat dijadikan Alat Bukti untuk membuktikan kerugian keuangan negara dalam perkara a quo maka oleh karenanya berakibat hukum Penetapan Tersangka oleh Termohon kepada Pemohon menjadi tidak cukup bukti karena tidak ada audit kerugian keuangan negara.
Berdasarkan seluruh uraian tersebut di atas, maka sudah seharusnya menurut hukum pemohon memohon agar Hakim Tunggal yang memeriksa dan mengadili Permohona Pra-Peradilan ini berkenan menjatuhkan putusan sebagai berikut:
1. Menerima dan mengabulkan Permohonan Pra-peradilan oleh Pemohon untuk seluruhnya.
2. Menyatakan Penetapan Pemohon sebagai Tersangka yang dilakukan oleh Termohon sebagaimana tertuang dalam Surat Penetapan Tersangka Nomor : Print-11/L.8/Fd/12/2023, tertanggal 27 Desember 2023 adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum dan oleh karenanya Penetapan a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
3. Menyatakan Penyidikan yang dilakukan oleh Termohon terkait dugaan peristiwa pidana sebagaimana dimaksud dalam Surat Perintah Penyidikan Nomor : Print-07/L.8/Fd/12/2023, tertanggal 27 Desember 2023 terhadap diri dengan Sangkaan Melanggar Primair Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Subsidair Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum dan oleh karenanya penyidikan a quo tidak mempunyai kekuatan mengikat.
4. Menyatakan tidak sah segala keputusan, penetapan, dan tindakan hukum yang dikeluarkan dan dilakukan lebih lanjut oleh Termohon berkaitan dengan Penetapan Tersangka terhadap diri Pemohon.
5. Memerintahkan Pemohon untuk Menghentikan Penyidikan yang dilakukan untuk selebih dan selanjutnya.
6. Memulihkan hak-hak Pemohon dalam kemampuan, kedudukan, nama baik, dan harkat, serta martabatnya.
7. Membebankan biaya perkara kepada Negara.
Atau ;
Jika Yang Mulia Majelis Hakim Pra-peradilan berpendapat lain, Pemohon sampaikan kiranya berkenan untuk menjatuhkan putusan yang seadil-adilnya (Ex Aequo At Bono).
Bandar Lampung, 06 Maret 2024
Kuasa Hukum Pemohon
CHANDRA MULIAWAN, S.H., M.H.
ANGGIT A. NUGROHO, S.H., M.H.
M. PRABUNATAGAMA, S.H.
KODRI UBAIDILLAH, S.H.
RIAN RIZKY DERMAWAN, S.H.
OKTAN TRIAS PUTRA, S.H.I., M.H.
FITRI ROHMADHANITA, S.H.