KRAKATOA.ID, BANDARLAMPUNG – Di tengah suasana damai Wisma Albertus, Pahoman, Bandar Lampung, sebuah inisiatif yang menggabungkan iman dan budaya sedang berlangsung. Lokakarya Cipta Lagu Liturgi Gereja Katolik Etnik Lampung pada 24-25 Agustus 2024, tidak hanya menandai langkah baru dalam pengayaan liturgi gereja, tetapi juga menyoroti dedikasi mendalam Mgr. Vinsensius Setiawan Triatmojo, Uskup Keuskupan Tanjungkarang, terhadap musik nusantara.
Mgr. Vinsensius, yang akrab disapa Mgr. Avien, sejak kecil telah menyimpan kecintaan yang mendalam terhadap lagu-lagu nusantara. Kisah cintanya terhadap musik daerah dimulai saat ia masih di bangku sekolah dasar, dan hingga kini, kecintaan itu tetap membara. “Sejak kecil, saya sangat menikmati dan merasa bangga dengan lagu-lagu nusantara. Bahkan ketika saya belajar di Prancis, saya sering membawakan lagu-lagu dari Aceh hingga Papua menggunakan gitar,” kenangnya dengan senyum penuh nostalgia, Sabtu (24’8/2024).
Di bawah bimbingan Mgr. Avien, acara ini diselenggarakan oleh Lembaga Pembinaan dan Pengembangan Pesta Paduan Suara Gerejani Katolik Daerah (LP3KD) Provinsi Lampung bekerja sama dengan Keuskupan Tanjungkarang. Lokakarya ini bertujuan untuk memperkaya liturgi gereja dengan kekayaan musik lokal, terutama dalam konteks budaya Lampung.
Baginya, musik bukan hanya tentang melodi, tetapi juga tentang memahami dan merayakan warisan budaya. Ketika Mgr. Avien menyaksikan tari Sigeh Penguten, ia merasa seolah dibawa ke alam lain, merasakan keindahan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam tari tersebut. “Pengalaman itu langsung menyentuh batin saya,” ungkapnya. “Saya ingin agar umat Katolik di Lampung tidak hanya menyukai tetapi juga mencintai dan memahami musik serta budaya lokal.”
Dengan prinsip bahwa Gereja Katolik harus mampu bertemu dengan budaya lokal, Mgr. Avien menegaskan bahwa musik dan budaya harus menjadi bagian integral dari liturgi gereja. “Kami berusaha menghadirkan nuansa Lampung dalam setiap aspek liturgi—dari perarakan hingga penutup. Ini bukan hanya soal menyertakan elemen budaya, tetapi juga menciptakan pengalaman ibadah yang lebih mendalam dan menyentuh hati,” jelasnya.
Mgr. Avien juga menggarisbawahi pentingnya kreativitas dalam penciptaan musik. Ia percaya bahwa lagu-lagu yang diciptakan harus merupakan hasil kreasi yang mendalam dan orisinal. “Kami berharap para pencipta lagu tidak hanya meniru, tetapi benar-benar menyerap esensi dari musik Lampung. Kreasi yang asli akan memberikan kekuatan lebih pada liturgi dan menjadikannya lebih berarti,” ujarnya.
Sebagai bagian dari tahun Arah Dasar (Ardas) ke-7 yang bertema ‘Cinta Budaya dan Kaderisasi Politik Cinta Tanah Air’, Mgr. Avien berkomitmen untuk memanfaatkan kesempatan ini untuk membangun kebersamaan dan mendukung kesejahteraan masyarakat melalui musik. “Gereja harus ada untuk kebaikan bersama. Prinsip ini berarti bahwa di mana pun gereja berada, ia harus mendukung kesejahteraan masyarakat,” tambahnya.
Dengan semangat memperkaya liturgi melalui kekayaan budaya lokal, Mgr. Vinsensius Setiawan Triatmojo membuktikan bahwa musik nusantara bukan hanya melodi yang menyentuh telinga, tetapi juga jembatan yang menghubungkan iman dan budaya. Lokakarya ini menjadi momentum penting dalam perjalanan gereja untuk merayakan dan mengintegrasikan kekayaan budaya Lampung, menjadikan setiap pengalaman liturgi tidak hanya sebagai spiritual, tetapi juga sebagai perayaan budaya yang mendalam.***