KRAKATOA.ID, BANDARLAMPUNG – RD F. Fritz Dwi Saptoadi, seorang imam diosesan yang juga Ketua Rumpun Pewartaan Keuskupan Tanjungkarang, tengah mencuri perhatian dengan upayanya menggabungkan unsur budaya lokal Lampung ke dalam lagu-lagu liturgi gereja. Melalui karya musiknya, ia tidak hanya merayakan kekayaan budaya setempat tetapi juga memperkuat konsep inkulturasi dalam Gereja Katolik.
Dalam wawancara, Romo Fritz menjelaskan motivasinya yang mendalam di balik proyek musiknya. Menurutnya, inkulturasi—konsep di mana Gereja beradaptasi dan menyatu dengan budaya lokal—merupakan salah satu pilar penting untuk memastikan bahwa kehadiran Tuhan dirasakan dalam konteks budaya yang beragam.
“Gereja harus membumi, harus berada di tengah-tengah masyarakat,” tegasnya di Bandarlampung, Kamis (12/9/2024).
Ia menganggap bahwa dengan menyerap dan merayakan budaya lokal, seperti budaya Lampung, gereja bisa menghindari kesan bahwa gereja hanya identik dengan tradisi Eropa atau misionaris.
Lebih lanjut, Romo Fritz mengungkapkan bahwa pandangan yang sering mengasosiasikan Lampung secara eksklusif dengan Islam, dan bukan sebagai tempat yang terbuka terhadap keberagaman agama, adalah sesuatu yang tidak dapat diterima.
“Agama dan budaya adalah dua hal yang berbeda. Budaya adalah milik manusia yang multi-dimensi, sedangkan agama hanya satu dimensi,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa pengaruh Islam dalam budaya Lampung sebenarnya bukanlah alasan untuk menganggap bahwa Katolik tidak dapat diterima di dalamnya.
Dengan lagu-lagu liturgi yang bernuansa Lampung, Romo Fritz berusaha menunjukkan bahwa Gereja Katolik tidak menolak budaya lokal, melainkan sebaliknya, menghargainya dan berusaha menyatu dengan masyarakat.
“Melalui musik, saya ingin menunjukkan bahwa Gereja Katolik dapat berintegrasi dengan budaya Lampung, memperkenalkan bahwa kita bisa berdampingan dalam kedamaian dan harmoni,” katanya.
Inisiatif ini diharapkan dapat mengubah persepsi bahwa Lampung hanya identik dengan Islam dan membuka dialog yang lebih inklusif antara berbagai komunitas agama. Dengan langkah ini, RD F. Fritz berharap agar semua pihak dapat melihat bahwa keberagaman budaya dan agama dapat hidup berdampingan dengan saling menghormati.
Langkah ini merupakan contoh inspiratif tentang bagaimana kehadiran agama dapat mengadaptasi dan merayakan budaya lokal, menjadikannya bagian dari kekayaan liturgi dan komunitas yang lebih besar.
Seperti dikutip dari Krakatau.id, beberapa lagu ciptaan Romo Fritz telah dipakai dalam Puji Syukur (PS). Puji Syukur merupakan Buku Doa dan Nyanyian Gerejawi yang disusun oleh Komisi Liturgi Konferensi Wali Gereja Indonesia. Lagu ciptaan Romo Fritz dalam PS 330, PS 430, dan PS 863 adalah karya-karyanya yang melibatkan kepiawaian dan dedikasi yang mendalam.***