KRAKATOA.ID, BANDARLAMPUNG – Rencana pembatasan impor singkong dan tapioka yang tengah digodok Kementerian Perdagangan menuai beragam reaksi, tidak hanya dari kalangan petani tetapi juga pelaku industri pengolahan. Di Lampung, provinsi yang menjadi lumbung singkong nasional, kebijakan ini dipandang sebagai momentum untuk membenahi rantai pasok dan meningkatkan daya saing industri lokal.
Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal mengapresiasi kesiapan Kementerian Perdagangan mengangkat usulan larangan dan pembatasan (lartas) impor ke forum koordinasi lintas kementerian di bawah Kemenko Perekonomian. Namun, ia menegaskan bahwa langkah ini harus dibarengi dengan penataan ekosistem industri pengolahan yang selama ini masih bergantung pada fluktuasi pasar dan bahan baku murah dari luar negeri.
“Ini saatnya industri kita bergerak menuju efisiensi dan kemitraan yang lebih adil dengan petani. Kalau harga dasar sudah ditetapkan, industri harus bersiap bertransformasi,” kata Gubernur Mirza, Sabtu (10/5).
Sejak diterbitkannya Instruksi Gubernur yang menetapkan harga dasar singkong Rp1.350 per kilogram, sejumlah pabrik tapioka mulai menyesuaikan skema pembelian. Namun, sebagian masih menyuarakan kekhawatiran atas kenaikan biaya produksi dan kelangkaan bahan baku berkualitas.
Dalam konteks ini, Pemprov Lampung tidak hanya fokus pada perlindungan petani, tetapi juga mempersiapkan regulasi daerah berupa Perda dan Pergub untuk menjaga keseimbangan antara produsen dan industri hilir.
“Kebijakan ini tidak boleh mematikan pelaku usaha. Tapi industri juga tak bisa terus-menerus bersandar pada impor sebagai solusi jangka pendek,” ujarnya.
Di sisi lain, Kementerian Perdagangan melalui Plt. Dirjen Perdagangan Luar Negeri Isy Karim menyampaikan bahwa pembahasan soal lartas akan dilakukan secara hati-hati, mempertimbangkan dampak ekonomi luas termasuk terhadap sektor industri yang menggunakan tapioka sebagai bahan baku utama.
Sejumlah pelaku industri lokal menyambut baik langkah pemerintah daerah namun berharap adanya insentif atau kemudahan investasi untuk teknologi pengolahan dan diversifikasi produk turunan singkong.
“Kalau regulasinya pro-rantai nilai, kita justru bisa naik kelas. Tapi harus ada roadmap industrialisasi yang jelas, bukan sekadar perlindungan harga,” ujar salah satu pelaku usaha pengolahan di Lampung Tengah.
Gubernur Mirza menekankan bahwa kebijakan yang sedang disiapkan bukan hanya soal perdagangan, tetapi arah besar transformasi pertanian dan industri berbasis sumber daya lokal.
“Petani tidak boleh jadi korban pasar. Tapi industri juga harus mampu tumbuh bersama petani, bukan di atas keringat mereka,” tutupnya.***