KRAKATOA.ID, BANDARLAMPUNG — Dua pemuka agama dari Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Lampung menggelorakan ‘Moderasi Beragama’ pada puluhan mahasiswa STIE Gentiaras Bandarlampung di Asilo Hermelink, Jl. Z.A. Pagar Alam, Gedung Meneng, Rajabasa, Sabtu (2/12/2023).
Dua pemuka agama itu adalah Romo Roy yang menyampaikan materi “Moderasi Beragama dalam Perspektif Katolik”. Sementara itu H. Rudy Irawan menyampaikan materi “Konsep dan Tujuan Penerapan Moderasi Beragama”.
Romo Roy yang juga merupakan Ketua Komisi HAK dan Kerawam Keuskupan Tanjungkarang ini, menyampaikan penekan materi yang disampaikannya pada puluhan mahasiswa STIE Gentiaras.
“Yang ditekankan kepada para mahasiswa lintas agama baik yang Katolik dan non Katolik, Muslim juga itu supaya mereka sungguh akhirnya boleh menjadi ‘duta-duta moderasi’. Tapi sebelum menjadi duta-duta moderasi mereka harus menjadi penghayat, menjadi pelaku. Mereka harus terlebih dahulu menggeladi, membentuk agar jiwa moderasi dan pribadi yang moderat,” kata Romo Roy saat dihubungi Krakatoa.id melalui sambungan telfon, Sabtu (2/12/2023).
Menurut Romo Roy, moderasi agama yang akan digelorakan para mahasiswa bukan sekedar sebuah konsep melainkan implementasi nyata dalam kehidupan bermasyarakat.
“Moderasi agama yang nanti akan mereka gelorakan, suarakan itu juga lahir dari sebuah pengalaman pribadi, tidak hanya sebuah konsep, tidak hanya sebuah idea, tidak hanya sebuah pemikiran, tapi sungguh-sungguh sebagai sebuh pengalaman yang direpresentasikan, yang dihidupi dan dialamai dari perjuangan nyata yang hidup,” jelas Romo Roy.
Romo Roy dalam pemaparannya menjelaskan mengenai ciri-ciri pribadi yang moderat.
“Pribadi yang moderat adalah pribadi yang sungguh-sungguh mampu melihat secara jernih, secara seimbang dalam kaitannya, atau terkait dengan masalah konsep kebangsaan. Maka orang yang moderat itu adalah orang yang mampu memahami tentang literasi kebangsaan secara baik dan Pancasila itu menjadi landasan ideologi yang asasi yang tidak boleh diganti oleh apapun, dan tiga pilar yang lain seperti UUD 1945, NKRI Bhineka Tunggal Ika itu sebuah landasan yang juga harus dijadikan sebagai pijakan untuk melangkah membangun keberagaman.”
“Selain dari pada itu yang kedua itu supaya nanti para mahasiswa itu juga mempunyai sebuah pemahaman, penghayatan, tanda bahwa dirinya moderat itu selain mempunyai konsep pemahaman yang baik, memiliki jiwa dan semangat toleran bahwa keberagaman itu menjadi sebuah keniscayaan yang perlu diberikan ruang, tempat untuk berkembang.”
“Seperti pelangi itu, kehidupan menjadi indah karena memang pelangi itu bisa berperan sesuai dengan warnanya masing-masing, tidak justru mengubah peran dan fungsinya, tetapi justru memberikan ruang agar pelangi sungguh ada di langit biru kemudian memberikan warna dan membuat orang lain menjadi terpesona,” tandas Romo Roy.
Menurut Romo Roy perjumpaan dengan sesama yang berbeda latar belakang baik agama, ras dan suku, baiknya untuk mengedepankan persaudaraan kemanusian.
“Perjumpaan orang katolik dengan orang Muslim dan sebaliknya itu lebih dikedepankan pada persaudaraan kemanusiaan dan juga mampu memandang dan memperlakukan sesamanya itu sebagai saudara dan keluarga kemanusiaan. Dan tidak lagi memandang pada agamanya, tetapi lebih memandang bahwa dia adalah sebagai saudara dan keluarga dalam kehidupan yang patut diberikan ruang untuk tumbuh dan hidup bersama.”
“Dan beban derita harapan sesama mereka juga menjadi beban derita harapan kita. Maka dari itu bagaimana kita mengedepankan persaudaraan kemanusian dalam kehidupan yang nyata,” kata Romo Roy.
Indikasi dikatakan seseorang itu moderat menurut Romo Roy adalah sikap saling menghargai budaya dan tradisi sesama umat beragama.
“Kemudian tanda bahwa, indikasi bahwa orang itu moderat dan menggelorakan terus moderasi itu adaptif terhadap kebudayaan yang ada. Adaptif dalam arti bisa menyesuaikan dan bahkan bisa menghargai, memberikan ruang budaya dan tradisi yang ada yang setiap suku, kearifan lokal tersendiri, dan mempunyai ciri khas budaya tersendiri itu harus dihayati sebagai sebuah keniscayaan yang patut disyukuri dan dirayakan bersama.”
“Kemudian ciri khas yang selanjutnya tanda bahwa orang itu moderat itu adalah anti kekerasan, mencintai kerukunan, mengedepankan kedamaian, menggelorakan harmoni di tengah keberagaman dan terus menurus tanpa henti menyuarakan suara perdamaian dan kerukunan,” paparnya.
Hal lain yang ditekankan dan tidak kalah penting disampaikan pada para mahasiswa lintas agama di STIE Gentiatas Bandarlampung dalam bermoderasi adalah tentang cara pandang.
“Lalu selanjutnya yang penting juga menurut saya bahwa moderasi beragama itu bukan agamanya yang mau dimoderasi tetapi juga adalah mindset, cara pandang, cara pikir paradigma orang yang bergama supaya akhirnya boleh memandang orang lain, agama orang lain, suku yang lain, budaya lain itu adalah sebuah keniscayaan, sebuah rahmat yang patut kita syukuri dan rayakan, bukan sebagai sebuah ancaman.”
“Maka orang sungguh mempunyai jiwa yang moderasi itu akhirnya boleh untuk merasa aman dan nyaman dan tinggal di rumah yang namanya NKRI itu menjadi rumah yang damai untuk dinikmati siapapun juga.”
“Itulah yang harus diperjuangkan dan terus menerus menjadi komitmen bagi mahasiswa yang adalah generasi sekarang dan generasi ke depan yang juga akan memberi warna potret bagi pendiri bangsa yang tentu punya impian dan harapan untuk menjadikan negara kita itu negara yang rukun, guyub, damai dan tetap bersatu, kuat di tengah kebragaman yang ada,” pungkasnya.
Sementara itu, Rudy Irawan yang juga merupakan Dosen UIN Raden Intan Lampung dalam pemaparan materinya menyampaikan definiasi moderasi agama.
“Moderasi Beragama adalah sebuah cara pandang terkait proses memahami dan mengamalkan ajaran agama agar dalam melaksanakannya selalu dalam jalur yang moderat. Moderat di sini dalam arti tidak berlebih-lebihan atau ekstrem. Jadi yang dimoderasi di sini adalah cara beragama, bukan agama itu sendiri,” papar dia.
Menurut Rudy, moderasi beragama dianggap penting untuk mencari persamaan. “Karena keragaman dalam beragama itu niscaya, tidak mungkin dihilangkan. Ide dasar moderasi adalah untuk mencari persamaan dan bukan mempertajam perbedaan.”
Hasil yang ingin dicapai dalam moderasi beragama menurut Rudy adalah “Meningkatnya kesadaran terhadap realitas moderasi beragama dan multikultural serta memahami makna kemajemukan sosial, multikultur dan multireligi sehingga tercipta suasana kehidupan masyarakat yang penuh toleransi, tenggang rasa, harmonis, dan memiliki komitmen yang kuat terhadap agama, bangsa dan negara.”
“Indonesia telah memperlihatkan keseimbangan yang patut menjadi teladan, meski Islam menjadi mayoritas namun negara telah secara seimbang memfasilitasi kepentingan umat beragama.”
.
“Masih berdirinya NKRI sampai sekarang menjadi bukti bahwa negeri ini masih punya modal kuat untuk mengatasi konflik,” tutup Rudy.***