Oleh : Ester Mestoly
Pengalokasian dana bagi masyarakat fakir miskin dan tidak mampu oleh pemerintah pusat maupun daerah merupakan upaya pemerintah dalam memperhatikan kesejahteraan masyarakat dalam memanfaatkan layanan kesehatan secara gratis. Ini sesuai dengan Amanat Undang Undang Dasar 1945 pasal 28-H, Undang-Undang Nomor 23/ 1992 tentang Kesehatan dan Undang-Undang Nomor 40/2004, tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) menetapkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. Atas dasar ini perlu adanya kajian ulang dalam membuat kebijakan agar lebih spesifikmembahas tentang satu permasalah yaitu masyarakat yang layak menjadi peserta BPJS Kesehatan PBI dan perlu adanya sosialisasi untuk memberi pemahaman agar masyarakat mampu memiliki rasa gotong royong dalam membangun kesejahteraan dalam memperoleh pelayanan kesehatan dan memprioritaskan masyarakat yang membutuhkan sebagai peserta PBI.Agar program pemerintah dapat tepat sasaran dan tepat manfaat, pemerintah hendaknya berkomitmen untuk mewujudkan keperpihakannya terhadap masyarakat fakir miskin dan tidak mampu untuk memperoleh layanan kesehatan yang memadai.
Pendahuluan
Munculnya Peraturan Menteri Keuangan NO. 78.02/2020 Tentang Pelaksanaan Pembayaran Kontribusi Iuran Peserta: PBI, PBPU dan BP oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah merupakan pertimbangan dari Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan kesehatan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pelaksanaan Pembayaran Kontribusi Iuran Peserta: PBI, PBPU dan BP dengan menanfaatkan Pelayanan di Ruang Perawatan Kelas III dan oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan yang selanjutnya disebut PBI adalah fakir miskin dan orang tidak mampu sebagai peserta program Jaminan Kesehatan.
Fakir Miskin adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan/atau mempunyai sumber mata pencaharian tetapi tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kehidupan dirinya dan/atau keluarganya. Ini termuat dalam Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 21 Tentang Persyaratan Dan Tata Cara Perubahan Data Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan.Sedangkan Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) adalah setiap orang yang bekerja atau berusaha atas risiko sendiri serta BP adalah setiap orang yang bukan termasuk kelompok pekerja penerima upah.
Kriteria dari kelompok penerima bantuan ini dari segi latar belakang sosialnya tampak berbed. Namun, mendapat kontribusi pembayaran jaminan kesehatan yang sama dari Pemerintah pusat atau dari pemerintah daerah. Iuran bagi peserta PBI Jaminan Kesehatan yaitu sebesar Rp. 42.000,00 per bulan untuk tahun 2020 dibayar oleh Pemerintah Pusat dan mulai tahun 2021 dibayar oleh Pemerintah Daerah.
Iuran bagi peserta PBPU dan BP yaitu sama dengan besaran iuran peserta PBI dengan ketentuan pada tahun 2020 sebesar Rp. 25.500,00 perbulan dibayar oleh peserta PBPU dan peserta BP atau pihak lain atas nama peserta, sebesar Rp. 16. 000,00 per orang per bulan dibayar oleh Pemerintah Pusat sebagai bantuan iuran, kemudian mulai tahun 2021 sebesar Rp. 35.000,00 per bulan dibayar oleh peserta BPPU dan Peserta BP atau pihak lain atas nama peserta, sebesar Rp. 7.000,00 per orang per bulan oleh Pemerintah Daerah, sebesar Rp. 2.8.00,00 per bulan di bayar oleh pemerintah Daerah.
Peraturan pembayaran kontribusi pemerintah sepertinya belum konsisten, karena peserta PBPU dan PB antara peserta mandiri dan yang didaftarkan pemerintah meggunakan kebijakan yang sama.
Kebijakan ini menjadi rancu jika dilihat dari penerapan peraturan pemerintah, karena sasaran masyarakat penerima bantuan kontribusi secara penuh dari pemerintah baik pusat maupun daerah.Bila mungkin dapat dibuat lagi peraturan turunan khusus untuk peserta PBPU dan BP mandiri dan PBI, PBPU serta BP yang didaftarkan oleh pemerintah.
Melalui proses rekonsiliasi data yang dilakukan pemerintah daerah dan BPJS menjadi data dasar untuk melakukan evaluasi data sesuai dengan status peserta sehingga peserta PBI, PBPU dan BPpenerima bantuan penuh dari pemerintah pusat maupun daerah. Selain itu,peserta PBPU dan BP perserta aktif yang sebagian kontribusinya dibayar oleh pemerintah dapat terlihat jelas terutama jumlah pesertanyadanmemang layak menjadi penerima bantuan sehingga penggunaan bantuan tepat sasaran dan tepat manfaat bagi masyarakat fakir miskin.Peraturan ini lebih banyak mengulas tentang proses pelaksanaan pembayaranbantuan iuran bagi peserta PBPU dan serta peserta PB dengan pemanfaatan layanan di ruang perawatan kelas III dengan status peserta aktif.
Tatangan yang dihadapi
Dalam penerapanya Pemerintah pusat maupun daerah memiliki tantangan dalamproses pelaksanaan pembayaran bantuan karena status sosial peserta,alokasi dana,rekonsiliasidata, tunggakan dan pelaporan. Peserta PBI jaminan kesehatan merupakan kelompok masyarakat yang dikategorikan fakir miskin. Sedangkan peserta PBPU dan peserta BPbukan termasuk masyarakat fakir miskin tetapi mendapat bantuan iuran yang sama dari pemerintah untuk memanfaatkan pelayanan di ruang perawatan kelas III, serta kelompok peserta PBPU dan peserta BP dengan status peserta aktif harus melibatkan BPJS untuk memanfaatkan alokasi bantuan iuran.
Direksi BPJS Kesehatan menyampaikan surat untuk tahun anggaran yang berkenaan kepada Menteri Keuangan. Surat permohonan tersebut memuat perkiraan anggaran untuk pembayaran bantuan iuran berdasarkan jumlah peserta PBPU dan peserta BP yang mendapat pelayanan di ruang perawatan kelas III dengan status peserta aktif.Berdasrkan data rekonsialiasi harus mendukung pelaksanaan pembayaran menjadi kewajiban pemerintah daerah untuk dibayarkan setiap bulan kepada PBJS Kesehatan.Data rekonsiliasi menjadi kesepakatan pemerintah daerah dan BPJS.Selanjutnya BPJS Kesehatan menyampaikan tagihan kepada pemerintah daerah.Dan Pemerintah daerah melakukan pembayaran kontribusi iuran peserta PBI, peserta PBPU dan peserta BP dengan memanfaatkan pelayanan di ruang perawatan kelas III, dan bantuan iuran.
Pemerintah pusat atau daerah sebagai pelaksana pembayaran bantuan iuran hendaknya tidak melakukan penunggakan pembayaran kepada BPJS Kesehatan untuk menghindari pemotongan DAU atau DBH daerah yang bersangkutan sebagai penyelesaian tunggakan kepada KementerianKeuangan.Sebagai tindaklanjut, BPJS Kesehatan wajib laporkan penerimaan iuran peserta PBPU dan peserta BP dengan pemanfaatan pelayanan di ruang perawatan kelas III dengan status peserta Aktif. Bantuan iuran setiap bulan kepada KPA BUN dan pimpinan PPA BUN dan laporan disampaikan paling lambat setiap tanggal 15 bulan berikutnya.
Alternatif Pilihan Kebijakan
Menyikapi tantangandan masalah tersebut, perlu adanya kebijakan publik yang berfokus dan spesifik terkait pendanaan bagi masyarakat fakir miskin dan tidak mampu di indonesia. Alternatif kebijakan dapat berupa:
1) Membuat peraturan atau PMK baru atau turunan khusus membahas tentang peserta PBI Jaminan kesehatan (fakir miskin) terpisahdari peserta PBPU dan peserta BP dengan memanfaatkan Pelayanan diruang Perawatan Kelas IIIdengan status peserta aktif
2) Membuat alokasi danayang jelas untuk pelaksanaan pembayaran bantuan iuran khusus untuk penerima bantuan peserta PBI jaminan kesehatan dipisahkan dari penerima bantuan lain seperti peserta PBPU dan peserta BP.
3) Membuat rekonsiliasi data peserta PBI tersendiri dipisahkan dari penerima bantuan lain seperti PBPU dan BP.
4) Membuat anggaran yang tepat untuk menghindari penunggakan pelaksanaan pembayaran kepada pihak PBJS.
5) Disiplin dalam menepati jadwal pembuatan laporan.
Kelebihan Dan Kekurangan Alternatif Kebijakan:
Pilihan pertama dari alternatif kebijakan adalah membuat peraturan turunan dari Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 78/PMK.02/2020 tentang tentang peserta PBI Jaminan kesehatan (Fakir miskin) dipisahkan dari peserta PBPU dan peserta BP dengan memanfaatkan Pelayanan di ruang Perawatan Kelas III dengan status peserta aktif. Kelebihan dari penerapan peratuyran baru ini, agar permasalahan layanan dapat dirasakan secara merata oleh seluruh lapisan masyarakat, secara khusus masyarakat fakir miskin mendapat pelayanan kesehatan dengan menggunakan layanan jaminan kesehatan yaitu BPJS yang ditanggung penuh pemerintah.
Manfaat pengalokasian danatersebut untuk menjaga kestabilan dalam pelaksanaan pembayaran iuran sehingga dapat menghindari penunggakan pembayaran kepada pihak PBJS, dan pelaporan yang tepat waktu. Ini dapat menigkatkan mutu dan kinerja pemerintah maupun BPJS sebagai penyelenggara jaminan kesehatan masyarakat.Kebijakan kompartemenisasi dalam dana amanat JKN sebagai upaya mencegah risiko kerugian pada suatu kelompok peserta JKN, sehingga tidak kerugian bagi kelompok lainnya. Upaya ini dilakukan dengan membuat kantong pengelolaan dana amanat berdasarkan segmentasi.Kebijakan dan strategi program berbasis segmentasi peserta JKN dapat disusun dan dijalankan untuk mengatasi masalah defisit. Dana JKN untuk membiayai PBI APBN dari negara tidak akan digunakan untuk membiayai kelompok peserta lainnya.
Rekomendasi
1) Sebaiknya Peraturan antara PBI (Fakir miskin dan tidak mampu)dan PBPU serta BP dipisahkan.
2) Rekonsiliasi data dapat menjadi acuan untuk meninjau kembali kebersertaan peserta PBI secara berkala untuk melihat kelayakan sebagai peserta.
3) Alokasi dana jelas, jangan sampai terjadi penunggakan pembayaran kepada BPJS.
4) Disiplin dalam menyampaikan pelaporan setiap bualan.***(Ester Mestoly, Mahasiswi Program Magister Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan, Sekolah Ilmu Kesehatan Sint.Carolus. Email: pricilla0580@gmail.com)